Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat, Selasa (5/1/2016). Penguatan sebesar 32 poin menjadi Rp13.911.
Sebelumnya, di posisi Rp13.943 per dolar AS, Senin kemarin. Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menjelaskan faktor teknikal menjadi salah satu penopang bagi mata uang rupiah kembali bergerak menguat.
"Namun penguatan itu masih cenderung terbatas seiring dengan masih maraknya sentimen negatif yang beredar di pasar terutama dari eksternal," kata Reza Priyambada di Jakarta, Selasa pagi.
Reza mengemukakan sentimen negatif yang datang dari Tiongkok masih membayangi pasar uang berisiko seperti rupiah. Dengan pelemahan pada data manufaktur Tiongkok menyebabkan nilai mata uang yuan terdepresiasi yang diikuti oleh melemahnya sejumlah harga komoditas dunia.
"Melemahnya harga komoditas masih menjadi ancaman bagi mata uang berbasis komoditas, salah satunya rupiah. Nilai tukar rupiah masih menyimpan potensi pembalikan arah ke area negatif atau melemah," kata Reza.
Namun ia mengharapkan pemerintah yang optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dapat sesuai dengan yang dicanangkan dalam asumsi dasar ekonomi makro RAPBN Tahun 2016 sebesar 5,3 persen dapat menjaga fluktuasi nilai tukar domestik bergerak stabil.
Sementara itu, analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa mata uang rupiah masih rentan terkoreksi menyusul permintaan untuk aset mata uang "safe haven" masih cukup tinggi menyusul harga komoditas yang lemah.
Di sisi lain, lanjut Lukman Leong, sentimen di pasar uang juga belum lepas dari rencana bank sentral Amerika Serikat yang akan kembali menaikkan suku bunga acuannya pada tahun 2016 ini.
"Isu penting yang datang dari Amerika Serikat kembali mendapat sorotan pelaku pasar uang yakni rencana bank sentral AS yang akan kembali menaikan suku bunganya secara bertahap sebanyak empat kali masing-masing sebesar 25 basis poin (bps)," katanya. (Antara)