Suara.com - Perum Bulog mengusulkan kepada pemerintah agar pengaturan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) 2016 lebih fleksibel menyesuaikan harga gabah dan beras petani.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu di Jakarta, Minggu (3/1/2016) mengatakan, usulan tersebut didorong oleh kendala HPP yang selalu di bawah harga pasar pasca ditetapkan setiap tahunnya, sehingga mempengaruhi upaya pengadaan gabah/beras oleh BUMN tersebut.
"HPP nantinya ditetapkan oleh kementerian teknis menyesuaikan dengan kondisi harga di pasar setelah melewati serangkaian penghitungan dan pengkajian, salah satunya mempertimbangkan data BPS," katanya.
Selain penetapan HPP yang lebih fleksibel, lanjutnya, perlu juga diterapkan Harga Dasar (HD) gabah maupun beras sebagai harga terendah yang berlaku di tingkat petani.
Menurut dia, penetapan harga dasar juga akan mengoptimalkan penyerapan beras petani saat panen raya karena Bulog boleh membeli di atas harga dasar, tapi tidak boleh kurang dari harga tersebut.
"Jadi nantinya akan ada dua harga yang ditetapkan dalam praktik penyerapan beras petani. Yakni harga dasar yang ditetapkan jelas besaran harganya, dan HPP yang sifatnya fleksibel," katanya.
Wahyu menyatakan, aturan keduanya baik HD maupun HPP yang fleksibel nantinya akan tertuang dalam inpres.
Menanggapi hal itu Ketua Asosiasi Petani Padi Nasional Rali Sukari mendukung penetapan usulan HPP di 2016 agar fleksibel diiringi penetapan harga dasar.
"Ketika pembelian komersial melebihi harga dasar silakan diserahkan ke petani mau jual ke Bulog atau ke pasar, dua-duanya tidak merugikan petani," katanya.
Menurut dia, penetapan harga dasar juga akan menolong ketika panen raya dilakukan serempak pada Maret 2016.
Rali yang juga Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat itu menyatakan, pihaknya telah memprediksi hal tersebut, sebab awal tanam padi di Jabar pun dilakukan serempak, artinya akan terjadi peningkatan produksi.
Harga beras dan gabah, tambahnya, bisa jatuh, didukung oleh kondisi cuaca hujan yang membuat kualitas gabah rendah, oleh karena itu agar Bulog sebagai mitra petani dapat menyiapkan alat pengering untuk dimanfaatkan petani.
"Pola kemitraan antara Bulog dan mitra harusnya dioptimalkan untuk membantu petani menghasilkan beras berkualitas baik dan harga wajar," katanya.
Sebagaimana diketahui, Bulog selama ini kerap kesulitan bersaing dengan swasta dalam menyerap beras dari petani lokal. Para petani lebih memilih menjual gabah hasil panen padinya kepada pedagang beras swasta karena harga pembeliannya lebih tinggi.
Bulog kesulitan menerapkan HPP yang lebih kompetitif karena dibatasi regulasi soal HPP yang ketat. Akibatnya, cadangan beras nasional Bulog kerap dinilai minim yang dikhawatirkan mengganggu ketahanan pangan nasional.
Akibat dari kondisi tersebut, akhirnya pemerintah melakukan impor beras untuk memastikan ketahanan pangan Indonesia tetap dalam kondisi aman.
(Antara)