Suara.com - Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit anggaran pada APBN-Perubahan 2015 mencapai Rp318,5 triliun atau sekitar 2,8 persen terhadap PDB, lebih tinggi dari proyeksi defisit anggaran sebelumnya.
"Realisasi defisit anggaran ini lebih tinggi dari target dalam APBN-P 2015 sebesar Rp222,5 triliun atau 1,9 persen terhadap PDB," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan NE Fatimah dalam keterangan pers tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (3/1/2016).
Tingginya realisasi sementara defisit anggaran tersebut terjadi karena pendapatan negara hingga akhir 2015 tercatat hanya sebesar Rp1.491,5 triliun, padahal penyerapan belanja negara mencapai Rp1.810 triliun.
Realisasi pendapatan negara Rp1.491,5 triliun hanya mencapai 84,7 persen dari target sebesar Rp1.761,6 triliun, yang disumbangkan dari penerimaan perpajakan Rp1.235,8 triliun atau 83 persen dari target Rp1.489,3 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp252,4 triliun atau 93,8 persen dari target Rp269,1 triliun.
Rendahnya realisasi penerimaan perpajakan itu terjadi karena adanya perlambatan ekonomi di sektor industri pengolahan dan pertambangan serta melemahnya impor dan turunnya harga komoditas yang menjadi ekspor utama Indonesia.
Namun pendapatan dari PPh Non Migas mencatatkan peningkatan sehingga tercatat mencapai Rp547,5 triliun atau tumbuh 19 persen dibandingkan realisasi 2014. Secara keseluruhan, realisasi pajak non migas mencapai Rp1.005,7 triliun atau tumbuh 12 persen.
Dengan demikian, realisasi pajak total gross, setelah memperhitungkan kas yang dialokasikan untuk restitusi pajak, mencapai Rp1.150 triliun, sedangkan realisasi pajak total netto tercatat mencapai Rp1.055 triliun.
Sementara, realisasi belanja negara Rp1.810 triliun atau 91,2 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun, rinciannya terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.187,1 triliun atau 90 persen dari pagu Rp1.319,5 triliun serta transfer ke daerah dan dan dana desa Rp623 triliun atau 93,7 persen dari pagu Rp664,6 triliun.
Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut terdiri atas penyerapan belanja Kementerian Lembaga yang telah mencapai Rp724,3 triliun atau 91,1 persen dari pagu Rp795,5 triliun serta belanja non Kementerian Lembaga Rp462,7 triliun atau 88,3 persen dari pagu Rp524,1 triliun.
"Secara keseluruhan, realisasi belanja Kementerian Lembaga mencapai Rp724,3 triliun yang secara nominal lebih tinggi dibandingkan realisasi 2014 yang sebesar Rp577,2 triliun. Khusus belanja modal, realisasinya mencapai Rp213,3 triliun, atau tumbuh 45 persen dibandingkan tahun lalu," kata NE Fatimah.
Tingginya defisit anggaran tersebut berdampak pada peningkatan realisasi pembiayaan anggaran, terutama menjelang akhir tahun 2015, hingga mencapai Rp329,4 triliun atau 147,3 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp222,5 triliun.
Realisasi pembiayaan itu berasal dari pembiayaan dalam negeri (netto) sebesar Rp309,3 triliun dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar Rp20 triliun. Keseluruhan pembiayaan tersebut digunakan untuk mendukung realisasi belanja produktif.
Dengan realisasi defisit anggaran sebesar Rp318,5 triliun serta realisasi pembiayaan yang mencapai Rp329,4 triliun itu, maka dalam pelaksanaan APBN-Perubahan 2015 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp10,8 triliun.
Terkait pengelolaan utang, outstanding utang pemerintah per 31 Desember 2015 mencapai Rp3.089 triliun dengan rasio utang berada dalam kisaran 27 persen terhadap PDB. Rasio ini masih berada dalam batas aman, jauh dibawah batas 60 persen, yang ditetapkan dalam UU nomor 17 Tahun 2003.
(Antara)