Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan menyatakan stabilitas dan ketahanan sektor jasa keuangan pada tahun 2015 masih terjaga dan memadai meskipun pasar keuangan domestik sempat diwarnai gejolak yang dipicu oleh faktor eksternal.
"Sektor jasa keuangan masih terjaga di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terkait dengan berlarutnya ketidakpastian kenaikan Fed Funds Rate, perlambatan ekonomi dunia dan pelemahan harga komoditas, sementara profil risiko lembaga jasa keuangan berada pada level 'manageable'," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (30/12/2015).
Untuk kredit bermasalah perbankan (nonperforming loan/npl) pada tahun 2015, ujar Muliaman, relatif rendah, yaitu sekitar 2,66 persen gross dan 1,22 persen net.
"Angka tersebut kami rekam sampai November 2015, terlihat NPL tetap terpantau rendah," katanya.
Selain itu, menurut Muliaman, likuiditas di sektor perbankan masih terjaga, tercermin dari alat likuid yang cukup memadai untuk mengantisipasi potensi penarikan dana pihak ketiga.
"Pada tanggal 21 Desember 2015, rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) dan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) tercatat masih cukup tinggi, masing-masing sebesar 76,01 persen dan 15,99 persen," katanya.
Per November 2015, OJK mencatat kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan berada pada level 21,35 persen, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen.
Sementara itu, kredit perbankan per November 2015 tercatat tumbuh sebesar 9,8 persen yoy (kredit rupiah naik 11,0 persen yoy dan valas naik 4,2 persen yoy), sedangkan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 7,7 persen yoy.
Berdasarkan pemantauan OJK, ketahanan industri perbankan dan industri keuangan nonbank (IKNB) secara umum masih memadai.
Untuk risk-based capital (RBC) industri asuransi, kata Muliaman, juga terjaga pada level yang tinggi (528,7 persen untuk asuransi jiwa dan 270,1 persen untuk asuransi umum & reas).
"Pada perusahaan pembiayaan, gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,19 kali, masih jauh di bawah ketentuan maksimum 10 kali dan menyediakan banyak ruang untuk pertumbuhan," ujarnya.
Demikian pula, kata Muliaman, nonperforming financing (NPF) pada perusahaan pembiayaan juga terjaga pada level yang rendah, yaitu 1,43 persen.
"Di tengah kondisi perlambatan ekonomi, level NPL dan NPF tersebut masih terjaga jauh di atas 'threshold' 5 persen," katanya.
Pada sektor pasar modal, kata Muliaman, pengaruh kondisi ekonomi global dan domestik relatif cukup memengaruhi indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Meski demikian, perkembangan reksa dana masih positif dengan nilai aktiva bersih (NAB) meningkat 12,17 persen menjadi Rp270,84 triliun," katanya.
(Antara)