Suara.com - Sektor industri khususnya yang bergerak di sektor manufactur masih mengalami beban yang cukup berat saat memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016.
"Tahu Baru 2016 ini awal berlakunya MEA, persaingan kian berat. Di sisi lain industri khususnya manufactur masih mengalami beban yang tidak ringan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Wijaya di Bandung, Rabu (30/12/2015).
Deddy menyebutkan, terdapat beberapa faktor yang masih jadi kendala para pelaku usaha dan industri khususnya di wilayah Jabar. Salah satunya adalah biaya yang masih tinggi baik dalam proses perizinan maupun biaya operasional dan transportasi.
Ia mangakui pengurusan perizinan sekarang lebih mudah daripada kondisi sebelumnya dengan biayanya pun relatif lebih murah. Namun masih ada beberapa hal yang masih menyebabkan terjadinya biaya tinggi dalam pengurusan perizinan.
"Bagi industri atau pengusaha yang memiliki dokumen lengkap sebagai persyaratan perizinan, pengurusan izinnya memang cepat dan berbiaya tidak tinggi. Tapi, lain halnya bagi yang pelaku usaha dan industri yang belum memenuhi kelengkapan dokumen," katanya.
Guna memenuhi kelengkapan dokumen tersebut, kata dia para pelaku usaha dan industri harus mengminta bantuan konsultan dengan biaya yang tidak murah. Selain itu untuk mengurus dan memenuhi kelengkapan dokumen pun butuh waktu yang tidak sebentar.
"Setidaknya, butuh waktu 2 bulan untuk memenuhi kelengkapan dokumen," kata Deddy.
Sama halnya untuk biaya operasional dan transportasi yang saat ini masih relatif tinggi. Pemerintah akan menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) karena harga minyak dunia turun dan sekarang nilainya sekitar 40 dolar AS per barel. Rencana turunnya harga BBM bagi industri adalah hal yang positif.
"Masalahnya apakah turunnya harga BBM tersebut diikuti oleh turunnya harga jual lainnya, termasuk tarif transportasi ?" katanya.
Bila harga jual komoditi termasuk tarif transportasi tidak berubah, kata dia turunnya harga BBM tidak berdampak signifikan. Pasalnya, masyarakat tetap mengeluarkan dana yang tidak mengalami perubahan untuk memenuhi kebutuhan transportasinya. Karenanya, jelas dia, daya beli masyarakat tetap lemah.
"Harapannya, pemerintah pun menerbitkan kebijakan supaya turunnya harga jual BBM diikuti oleh turunnya harga beragam komoditi termasuk transportasi," katanya menambahkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan bahwa seharusnya masyarakat Indonesia tidak perlu takut dengan pemberlakuan MEA pada 31 Desember 2015, karena sebenarnya negara lain justru takut negaranya akan kebanjiran produk dan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Sejumlah pimpinan dari negara tetangga, seperti Vietnam, Laos, Myanmar, Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia dalam berbagai kesempatan, menurut Presiden Jokowi, berkali-kali kepadanya menyatakan kekhawatiran terhadap Indonesia saat dibukanya pasar MEA.
Namun, Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan juga menyampaikan bahwa masih banyak masyarakat dan pengusaha yang takut akan pasar bebas di kawasan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
"Yang perlu saya ingatkan bahwa mereka saja takut pada kita. Kok kita ikutan takut. Jangan takut, jangan khawatir. Harus persiapkan diri, apa yang kurang dan perlu diperbaiki," ujar Presiden.
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
(Antara)