Suara.com - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan secara hukum kebijakan dana ketahanan energi yang digagas pemerintah memang memiliki dasar hukum. Namun mengenai mekanisme pungutan terhadap masyarakat yang membeli bahan bakar minyak (BBM) harus menunggu payung hukum lebih jelas.
"Landasan hukumnya memang ada dalam UU Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Disitu disebutkan bahwa dana ketahanan energi itu adalah dana untuk menjamin ketersediaan energi (termasuk energi terbarukan) maka pengambilannya dari Energi fossil sebagai 'premium pengurasan' (depletion premium)," kata Satya saat dihubungi Suara.com, Rabu (30/12/2015).
Namun Satya mengingatkan bahwa landasan hukum itu tidak cukup bagi pemerintah untuk secara otomatis menerapkan pungutan kepada masyarakat guna menghimpun dana ketahanan energi. Jika kebijakan ini hendak diterapkan, harus mengacu kepada UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Sementara turunan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU itu yang menyangkut pungutan dana ketahanan energi belum ada," jelas Satya.
Selain itu, Satya mengingatkan bahwa jika dana ketahanan energi menjadi salah satu sumber penerimaan resmi dari negara, maka pemerintah dan DPR harus terlebih dahulu merevisi UU APBN 2016. "Keberadaaan dana ketahanan energi sebagai salah satu PNBP negara harus dimasukkan secara resmi dalam APBN 2016. Tidak bisa tidak," ujar Politisi Partai Golkar tersebut.
Satya menegaskan jika pemerintah ngotot langsung memberlakukan pungutan dana ketahanan energi saat harga BBM baru diberlakukan pada 5 Januari 2016, persoalan hukum akan muncul. "Komisi VII jelas akan mempersoalkan perkara ini jika pemerintah tetap lanjut saja," tegas Satya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, meski masih menuai kritik dari berbagai kalangan, pemerintah tetap bersikukuh untuk memungut dana ketahanan energi.
Bahkan, pemerintah mengklaim tak ada yang keliru dari premi yang akan dikutip dari hasil BBM ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah tengah mengkaji berbagai masukan tentang rencana pungutan dana ketahanan energi.
Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pungutan dana ketahanan energi untuk dibebankan ke konsumen diharamkan.
Dalam pasal 27 ayat 3 PP nomor 79 tahun 2014 menyebutkan, penguatan pendanaan untuk menjamin ketersediaan energi, pemerataan infrastruktur energi, pemerataan akses masyarakat terhadap energi dan pengembangan industri energi nasional, bisa dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan produksi minyak dan gas bumi nasional, kegiatan pengembangan energi terbarukan dan program hemat energi.
Kedua menerapkan premi pengurasan energi fosil untuk pengembangan energi.
Ketiga, menyediakan alokasi anggaran khusus oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan akses listrik dan energi.