Suara.com - Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pengunduran diri pimpinan atau "chairman" Freeport McMoran Copper and Gold Inc James R Moffett akan membawa suasana baru.
"Pemimpin baru selalu membawa suasana dan cara kerja baru, termasuk dalam pengelolaan portofolio mereka dan 'stakeholders' (pemangku kepentinga) di Indonesia," katanya dalam pesan elektronik di Jakarta, Selasa (29/12/2015).
Menurut Sudirman, dirinya selalu menyambut baik setiap perubahan. Pemerintah, lanjutnya, menghormati keputusan internal korporasi tersebut.
"Itu keputusan internal korporasi Freeport McMoRan. Pemerintah tidak ikut campur," tambahnya.
"Chairman" yang juga tercatat sebagai pendiri Freeport McMoRan Inc, James R Moffett mengundurkan diri dari jabatannya.
Posisi Moffett digantikan Gerald J Ford yang merupakan direktur independen Freeport McMoRan.
Pengunduran diri tersebut terjadi saat perusahaan tambang raksasa dunia asal Amerika Serikat tersebut tengah menegosiasikan perpanjangan kontraknya di Papua, Indonesia.
Freeport berupaya meyakinkan Pemerintah Indonesia agar memberikan perpanjangan kontrak tambang yang akan berakhir pada 2021.
Perusahaan tersebut siap memenuhi sejumlah persyaratan perpanjangan kontrak yang diajukan pemerintah seperti peningkatan royalti dan pembangunan pabrik pengolahan (smelter).
Freeport juga siap menginvestasikan dana hingga 18 miliar dolar AS untuk investasi tambang bawah tanah, infrastruktur dan "smelter".
Dalam perkembangannya, isu perpanjangan kontrak juga memunculkan kasus rekaman permintaan saham divestasi yang menyebabkan Ketua DPR Setya Novanto mengundurkan diri.
Pada 5 April 1967, PT. Freeport Indonesia menandatangani kontrak karya penambangan di Erstberg, Papua untuk masa 30 tahun sampai 1997.
Pada 1991, Freeport memperoleh perpanjangan kontrak karya jilid II selama 30 tahun atau hingga 2021, menyusul penemuan tambang Grasberg pada 1988.
Dalam kontrak 1991 tersebut, terdapat klausul kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun setelah 2021 atau hingga 2041.
Per 31 Desember 2012, cadangan terbukti Freeport di Papua tercatat 2,52 miliar ton bijih yang terdiri atas satu persen berupa tembaga, 0,83 gram per ton bijih berupa emas, dan 4,24 gram per ton bijih berupa perak.
Namun proses bisnis Freeport memang penuh polemik. Baru-baru ini muncul kritik tajam pada PT Freeport Indonesia yang dianggap membangkang terhadap aturan divestasi sahamnya yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia. Proses divestasi 10,64% saham PT Freeport Indonesia sudah sebulan ini mandek lantaran perusahaan asal Amerika Serikat tersebut belum juga menawarkan sahamnya kepada pemerintah.
Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Freeport harus mendivestasikan sahamnya hingga 20% pada 14 Oktober 2015 dan 30% pada 14 Oktober 2019. Saat ini, saham pemerintah di Freeport baru sebesar 9,36%.
Sejauh ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno sudah menyurati Kementerian ESDM dengan menyatakan siap menugaskan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) untuk membeli saham divestasi tersebut. (Antara)