Suara.com - Presiden Joko Widodo mengumpulkan sekitar 150 investor pembangkit listrik guna mempercepat proyek 35.000 MW di Istana Negara.
"Jadi pertemuan sekarang ini saya ingin menekankan lagi 35.000 MW itu kebutuhan. Memang itu bukan angka yang kecil, oleh karena itu setiap minggu, bulan selalu saya ikuti, dirut (PLN), menteri selalu saya panggil," kata Presiden di depan para investor di Istana Negara Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Jokowi menegaskan bahwa urusan listrik bukan urusan PLN saja, tetapi sudah menjadi urusan negara dan dirinya berharap defisit listrik segera teratasi.
"Tiap saya ke daerah, keluhannya sama, listriknya byar..pet. Listriknya kurang. Dan itu bukan kesalahannya menteri atau dirut (PLN), tapi ada masalah seperti itu harus diselesaikan," tegas Presiden.
Jokowi juga mengatakan kebutuhan listrik 35.000 MW harus segera dipenuhi sehingga pemerintah melakukan deregulasi aturan untuk mempercepat target tersebut.
"35.000 MW mampu kita penuhi. Dengan cara izin-izin yang terlalu ruwet, izin-izin yang terlalu lama, potong. Itu yang sekarang ini kita lakukan," ungkapnya.
Presiden juga sedikit lega dengan proyek sebesar 17.300 MW dari proyek 35.000 MW sudah ditandatangani. "Saya dilapori sampai akhir tahun ini sudah ketemu 17.300 MW. Perkiraan saya kalau bisa lepas dari 10.000 MW, 35.000 MW itu bisa selesai," ucpnya, berharap.
Dalam kesempatan ini, Presiden juga bertanya satu-satu kepada para investor yang hadir terkait komitmen penyelesaian proyek maksimal 2019.
Salah satu investor pembangkit listrik tenaga Geothermal di NTT menyatakan akan menyelesaikan proyeknya pada akhir 2019, namun Presiden meminta untuk mempercepatnya.
"Tidak bisa kerja siang malam? Kita ini dikejar-kejar oleh rakyat, saya harus menyikapai itu juga dengan cara cepat," kata Jokowi.
Hal yang sama ketika bertanya kepada investor pembangkit listrik dari Jepang yang berlokasi di Batang, Jawa Tengah, yang mentargetkan selesai 2020.
"Rencana Maret 2020 (selesai). Itu dengan asumsi bahwa masalah tanah sudah selesai," kata perwakilan investor PLTU Batang tersebut.
Presiden mengakui bahwa PLTU Batang terganjal masalah pembebasan tanah hingga 4 tahun baru selesai, namun tidak berarti tidak bisa dipercepat.
"Saya ngak mau 2020, maju 2019 harus bisa. Saya tahu (investor) Jepang agak mundur (terganjal pembebasan tanah), tapi sekarang saya minta agak maju. Kalau kerja siang malam bisa," tanya Presiden.
Mendapat permintaan Presiden tersebut, pihak perwakilan investor Jepang tersebut menyatakan mengusahakan sekitar 2019 selesai.
Presiden menegaskan bahwa dirinya kerja akan mengecek satu per satu agar target yang diberikan dapat selesai tepat waktu.
"Saya kerja seperti ini, tanya satu-satu, cek satu-satu karena ini menjadi catatan saya. Saya ingin kerja detail dan betul-betul dilaksanakan di lapangan," tegasnya.
Presiden menegaskan bahwa pemerintah akan membantu para investor, termasuk pembebasan lahan agar proyek 35.000 MW itu dapat selesai tepat waktu.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah telah berkomitmen untuk mendongrak pasokan listrik sebesar 35 ribu Megawatt (MW) dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Sepanjang 5 tahun ke depan, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit; masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW. Dan pada tahun 2015 PLN akan menandatangani kontrak pembangkit sebesar 10 ribu MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35 ribu MW.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7 persen setahun, penambahan kapasitas listrik di dalam negeri membutuhkan sedikitnya 7.000 megawatt (MW) per tahun. Artinya, dalam lima tahun ke depan, penambahan kapasitas sebesar 35.000 MW menjadi suatu keharusan. Kebutuhan sebesar 35 ribu MW tersebut telah dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Megaproyek ini membutuhkan dana investasi lebih dari Rp 1.127 triliun.
(Antara)