Suara.com - Wakil Ketua Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jakarta Abdillah Ahsan, mengatakan saat ini ada dua peta jalan tentang tembakau yang akan membingungkan masyarakat, termasuk pemerintah sendiri.
"Ada dua peta jalan dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan yang saling bertentangan. Lalu Kementerian Keuangan harus mengacu yang mana dalam menyusun kebijakan fiskal?" kata Abdillah Ahsan di Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Abdillah mengatakan peta jalan dari Kementerian Perindustrian berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan Produksi Industri Hasil Tembakau 2015-2020.
Sedangkan peta jalan dari Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan.
"Peta jalan Kemenperin menyatakan pertumbuhan produksi rokok terkendali secara regresi. Sedangkan peta jalan Kemenkes bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan upaya pengendalian dampak konsumsi tembakau yang terintegrasi,efektif dan efisien," tuturnya.
Menurut Abdillah, peta jalan Kementerian Perindustrian menyatakan pertumbuhan produksi rokok pada kisaran lima persen hingga 7,4 persen per tahun.
Di sisi lain, peta jalan Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran penurunan prevalensi merokok satu persen per tahun dan penurunan perokok pemula satu persen per tahun pada 2015-2019, serta penurunan prevalensi perokok 10 persen pada 2024 bila dibandingkan dengan 2013.
Abdillah mengatakan kedua peta jalan yang saling bertentangan itu tampak mendukung dua kepentingan yang berbeda. Peta jalan Kementerian Perindustrian mendukung kepentingan industri rokok, sedangkan peta jalan Kementerian Kesehatan mengutamakan kesehatan masyarakat.
"Itu jelas aneh. Di negara lain, pejabat negara akan malu bahkan sampai digugat bila mengeluarkan kebijakan atau pernyataan yang membela industri rokok. Di Indonesia, justru pejabat negara terang-terangan membela industri rokok," katanya. (Antara)