Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengaku belum melemahkan kewaspadaannya meski Bank Senteral Amerika Serikat sudah menaikan suku bunganya sebesar 0,25 persen bps beberapa hari lalu. Pasalnya, pemerintah masih mewaspadai adanya kebijakan negara lain yang akan dikeluarkan guna mendongkrak perekonomian negara tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan meski pascapenaikan suku bunga The Fed beberapa hari lalu membuat nilai tukar rupiah pada sesi perdagangan hari ini mengalami penguatan ke level 24 poin atau di level Rp13.893 per dolar AS, pemerintah akan terus memonitoring pergerakan dampak kenaikan suku bunga The Fed tersebut.
"Ini belum selesai, masih ada perkembangan kebijakan ke depan dari The Fed. Jadi kita masih mencoba mengkalkulasikan seperti apa kira-kira perkembangan si dia (The Fed) ini. Kita juga akan terus mengeluarkan dan merumuskan paket kebijakan agar pertumbuhan ekonomi kita terus membaik, makanya kita terus pantau ini untuk mengakselerasi kebijakan kita," kata Darmin saat ditemui di kantornya, Senin (21/12/2015).
Ia menjelaskan, pemerintah tidak hanya memantau pergerakan penyesuaian tingkat suku bunga saja, melainkan yang terpenting harus diwaspadai dari kenaikkan suku bunga The Fed ini adalah suplai mata uang asing ini aman, tidak berlebih atau kekurangan.
"Kita sedang mempelajari lagi soal suplai valas. Kurs itu volatile sekali, jadi ada banyak hal yang harus dibicarakan dan dipersiapkan sekarang ini, mungkin ada perubahan aturan. Tapi masih perlu waktu untuk itu," tegasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bloomberg, Senin (21/12/2015) sore, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.808. Menguat 109,50 poin atau bertambah 0,79 persen. Rupiah sempat menyentuh level tertinggi di kisaran Rp 13.718,80 per dolar AS sedangkan level terendah yang dicapai rupiah Senin ini berada di kisaran Rp 13.910 per dolar AS.