Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi (21/12/2015), bergerak menguat sebesar 54 poin menjadi Rp13.863 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.917 per dolar AS.
"Bank sentral AS dalam Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memutuskan untuk menaikan suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 0,25-0,50 persen. Reaksi pasar cenderung tenang karena sudah diprediksi, dan rupiah relatif stabil," kata Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy di Jakarta, Senin (21/12/2015).
Menurut dia, kenaikan suku bunga AS diprediksi akan memiliki dampak terbatas pada rupiah. Hal itu sudah mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya Indonesia masih menjadi salah satu negara yang menawarkan suku bunga dan nominalnya paling menarik dibandingkan dengan negara serupa, kondisi fundamental makroekonomi Indonesiayang lebih baik pada 2016.
Kendati demikian, lanjut dia, terdapat juga beberapa risiko yang dapat mengubahlaju rupiah yakni harga komoditas terutama yang terkait dengan risiko penurunan ekonomi Tiongkok.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa euforia kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS masih menjadi salah satu pendorong bagi mata uang nilai tukar rupiah unutk kembali berada dalam area positif kepada dolar AS.
"Naiknya suku bunga AS memberikan kepastian kepada pelaku pasar uang di negara-negara berisiko," ujarnya.
Namun, menurut dia, penurunan pada harga minyak mentah dunia serta bursa saham yang cenderung berada di area negatif dapat mendorong investor untuk mencari aset aman seperti obligasi pemerintah Amerika Serikat.
"Situasi itu dapat mendorong dolar AS kembali bergerak menguat terhadap mayoritas mata uang utama dunia, termasuk rupiah," katanya. (Antara)