Suara.com - Wacana Tax Amensty menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengusaha Indonesia. Banyak orang berpikir bahwa Tax Amnesty hanya memberikan keuntungan yang tidak seharusnya dinikmati oleh mereka yang hanya memarkir dananya di luar negeri. Sedangkan para pengusaha yang nyata-nyata berkontribusi di dalam negeri belum mendapatkan kepastian hukum akan terakomodir atau tidak dalam perumusan undang-undang Tax Amnesty nantinya.
HIPMI sebagai wadah para pengusaha menyampaikan aspirasinya menegaskan setuju dengan diberlakukannya Tax Amnesty alias pengampunan pajak, asalkan berkeadilan dan berkepastian hukum. Kebijakan tersebut seharusnya bukan hanya menguntungkan bagi para pengemplang pajak, namun juga harus adil bagi para pengusaha yang selama ini patuh membayar pajak, dan melaporkan asetnya dengan jujur.
“Amnesty terkadang tidak bisa kita bandingkan dengan keadilan, karena kita sepakat yang namanya konsep pengampunan itu tidak ada yang adil namun kami disini mengupayakan keadilan semaksimal mungkin. Bagi pengusaha di dalam negeri yang belum melaporkan pajak dengan benar, dikenakan tarif normal ditambah denda yang besar, sementara bagi para pengemplang pajak yag memarkir hartanya di luar negeri hanya dikenakan tarif atau tebusan sebesar 2 sampai 3% saja. Inilah perjuangan keadilan yang saat ini sedang HIPMI lakukan,” tutur Ajib Hamdani, Ketua HIPMI Tax Center, dalam Pojok Pajak HIPMI bertajuk Tax Amensty dan Keadilan Publik , Selasa, (15/12/2015).
Ajib mengatakan, HIPMI sepakat dengan Tax Amnesty dengan catatan adanya kebijakan yang berkeadilan bagi para pengusaha dan memilki payung hukum yang konsisten
"Harus ada payung hukum yang jelas dan konsisten, dan regulasi pajak seharusnya memihak pada pengusaha kecil, bagaimana nasib UKM? itu harus ada insentif pajak untuk pengusaha kecil," tegas Ajib.
Merespon pernyataan Ajib, Managing Partner Danny Darussalam Tax Center , Darussalam menyebutkan, angka kepatuhan penyampaian SPT semakin menurun dari tahun ke tahun, dengan kondisi demikian, ada justifikasi negara untuk memberlakukan tax amnesty sebagai cara untuk menambah pemasukan negara.
“Tingkat kepatuhan pajak Indonesia ini semakin menurun dari tahun- tahun sebelumnya sampai sekarang. Contohnya, SPT 2010 menunjukan angka 58%, tahun 2012, menurun menjadi 53%, di 2013 menjadi 37%. Ini artinya sebesar 63% wajib pajak, tidak patuh terhadap SPT Pajak, inilah yang kemudian membuat pemerintah berfikir untuk memberlakukan tax amnesty.
Lebih lanjut, Darussalam mengatakan, Tax amnesty merupakan sebuah babak baru perpajakan Indonesia seiring dengan berakhirnya era kerahasiaan bank di 2017 mendatang.
“Yang penting sekarang kita sudah memilki ketentuan yang jelas mengenai kewajiban membayar pajak terlebih saat ini sebanyak 96 negara telah sepakat melakukan pertukaran informasi keuangan. OJK mengeluarkan aturan bahwa seluruh nasabah diharapkan secara sukarela melaporkan hartanya baik yang ada di luar negeri atau di dalam negeri.”
Melalui tax amnesty ini, lanjut Darusalam, para wajib pajak tidak akan bisa lagi menyembunyikan hartanya di luar negeri baik berbentuk dana, atau sudah berubah dalam bentuk properti, atau aset-aset lainnya.