Suara.com - Sidang Ke-168 OPEC di Wina, Austria, 4 November 2015, memiliki arti penting bagi Indonesia sebagai salah satu produsen minyak di dunia.
Dalam sidang tersebut, Indonesia resmi aktif kembali sebagai anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) setelah sempat keluar pada bulan September 2008.
Pada bulan Mei 2008, Indonesia mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan surat untuk keluar dari OPEC pada akhir 2008 mengingat Indonesia saat itu menjadi importir minyak (sejak 2003) atau net importer dan tidak mampu memenuhi kuota produksi yang telah ditetapkan. Keputusan keluarnya Indonesia dari OPEC pada Konferensi Ke-149 OPEC yang berlangsung 9--10 September 2008 di Wina, Austria.
Namun, keanggotaan kembali dalam organisasi pengekspor minyak tersebut sebenarnya wajar saja mengingat Indonesia merupakan salah satu negera eksportir kekayaan alam itu yang disegani.
Gubernur Indonesia untuk OPEC Widhyawan Prawiraatmadja dalam keterangannya mengatakan bahwa pengaktifan kembali tersebut ditandai dengan keikutsertaan Indonesia dalam sidang tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pun turut hadir dalam sidang yang dihadiri 12 negara anggota lainnya.
Widhyawan yang akan menjabat Gubernur Indonesia untuk OPEC selama dua tahun (2015--2017) mengatakan bahwa sebagai negara besar dengan kebutuhan energi yang relatif cukup tinggi dan terus meningkat, Indonesia perlu memastikan ketahanan energinya.
"Saat ini, Indonesia dalam proses transisi dari penggunaan energi yang didominasi oleh energi fosil menuju energi baru terbarukan yang lebih berkesinambungan pada masa datang," ujarnya.
Menurut dia, peningkatan ketahanan energi dilakukan dengan membenahi sektor energi dalam negeri dalam bentuk memudahkan perizinan untuk investasi, menggalakkan eksplorasi, serta meningkatkan tata kelola.
"Hal ini diperkuat dengan peningkatan peran aktif negara dalam kerja sama luar negeri, baik secara multilateral maupun bilateral," katanya.
Saat ini, lanjut dia, Indonesia telah menjadi anggota International Energy Agency (IEA) sejak 17 November 2015 dan kembali mengaktifkan keanggotaannya di OPEC mulai 2016 dengan tujuan memastikan kepentingan nasional Indonesia terjaga.
Widhyawan mengatakan bahwa Indonesia akan mendapatkan manfaat dari keberadaannya di tengah-tengah dua organisasi energi global yang penting tersebut.
"Indonesia akan menjadi bagian dari pengambilan keputusan, bukan penerima akibat dari keputusan," katanya.
Selain itu, pergaulan atau jaringan energi internasional membuka pintu yang luas untuk percepatan alih teknologi dan kesempatan bisnis seperti dalam hal pasokan minyak dan produk yang saling menguntungkan, akses pada penelitian dan pengembangan terkini, serta kesempatan bagi putra dan putri terbaik Indonesia berkiprah lebih luas dalam organisasi energi global.
Soal pengaktifan kembali keanggotaan Indonesia di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Sudirman Said sudah melaporkan kepada Presiden RI Joko Widodo.
"Hari ini saya bertemu Presiden untuk melaporkan hasil-hasil sidang OPEC," kata Sudirman Said di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, (7/12/2015).
Ia menyebutkan salah satu hasil sidang OPEC adalah menerima pengaktifan secara resmi keanggotaan Indonesia di organisasi itu. "Kemudian, hasil sidang yang kedua, Widyawan Prawiraatmaja dikukuhkan sebagai Gubernur OPEC," kata Sudirman.
Ia menyebutkan dalam waktu dekat Indonesia juga harus segera memberikan nama-nama untuk menjadi "national representative" yang bekerja di Sekretariat OPEC di Wina, Austria.
Satu Komunitas Menurut Sudirman, dengan kembali menjadi anggota OPEC, Indonesia ada dalam satu komunitas yang punya peran dalam menentukan pasokan energi internasional, terutama migas.
"Dengan berada di tengah-tengah mereka, kita punya jaringan, punya hubungan baik, itu akan membuat kita punya akses pada pemikiran-pemikiran ke depan sehingga bisa kita jadikan sebagai dasar untuk menata strategi dan kebijakan energi kita," katanya.
Ia menyebutkan langkah itu sudah mulai membuahkan hasil karena beberapa pembelian langsung pada negara produsen sudah dirintis dan sudah membuka potensi-potensi keberhasilan.
Sudirman mencontohkan sekitar dua pekan lalu ada tanda tangan perjanjian antara Pertamina dan Saudi Aramco untuk membangun kilang sehingga akan ada pasokan "crude" ke Indonesia.
Saudi Arabia dan Indonesia sedang menjajaki kemungkinan kerja sama dalam membangun penyimpanan sehingga ada investasi dalam "storage"-nya kemudian mereka menaruh produknya atau "crude"-nya di Indonesia.
"Bagi Indonesia suatu keuntungan karena dengan begitu biaya stok akan ditanggung oleh pemilik barang," katanya.
Selain itu, dengan Iran Indonesia mendapatkan pasokan LPG dengan harga jauh lebih murah daripada harga pasar karena jangka panjang.
"Kemudian juga penjajakan kerja sama dalam listrik dan juga kilang dengan Qatar. Dalam waktu dekat, kita akan tanda tangani MoU dengan Qatar untuk pembangunan pembangkit listrik 500 megawatt di Sumut bersama dengan PLN," katanya.
Direktur Utama PT Pertamina Dwi Sutjipto menilai pengaktifan RI di OPEC dapat mendorong efisiensi dalam pembelian minyak karena RI dapat melakukan pembelian langsung dengan negara anggota lain yang tergabung.
"Di OPEC yang ditargetkan melaksanakan pendekatan ke negara-negara yang memiliki minyak, jadi inputnya bisa dapat deal langsung, 'g to g', 'b to b', lebih efisien," katanya.
Ia mengatakan bahwa pengaktifan kembali Indonesia di organisasi tersebut tidak berarti Indonesia berupaya menjadi negara pengekspor, melainkan untuk tujuan membangun jaringan.
"OPEC siapa saja orang memiliki kepentingan, bukan hanya orang menjual, juga orang yang membeli," kata dia.
Menurut dia, Pertamina akan memanfaatkan kembalinya Indonesia di OPEC dengan membangun hubungan seluas-luasnya dan melancarkan pembelian langsung.
OPEC adalah organisasi internasional antar pemerintahan yang bertujuan untuk melakukan koordinasi dan menyatukan kebijakan perminyakan negara-negara anggotanya dan untuk menjamin stabilitas pasar minyak bumi dunia melalui pasokan minyak bumi yang efisien, ekonomis, dan teratur termasuk dengan menetapkan kuota produksi untuk negara-negara anggotanya.
OPEC didirikan melalui Konferensi Bagdad yang diadakan di Bagdad, Irak pada tanggal 10--14 September 1960 oleh lima negara pendiri yang sekaligus menjadi negara-negara anggota pertama OPEC, yaitu Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, dan Venezuela.
OPEC mewakili kekuatan politik dan ekonomi yang cukup signifikan. Dua pertiga dari cadangan minyak dunia serta setengah ekspor minyak dunia dimiliki negara anggota OPEC.
Meskipun OPEC sering dianggap sebagai berlaku "jahat" dalam arena politik, organisasi ini juga memiliki tujuan yang bisa dijustifikasi.
OPEC berfungsi mencegah anggotanya dimanfaatkan oleh negara-negara industri dengan memastikan bahwa negara-negara pengekspor minyak mendapatkan harga minyak yang adil. (Antara)