Suara.com - Surat Edaran PTSP No 41 Tahun 2015, 2 November 2015, yang melarang penggunaan Co Working Space dan Virtual Office menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku usaha UKM dan Ekonomi Kreatif. Dengan tidak memiliki virtual office, pelaku usaha sulit untuk membuat legalitas perusahaan dan izin lainnya.
Regulasi tersebut dinilai tidak mendukung pelaku usaha bahkan akan mematikan industri UKM dan Ekonomi Kreatif, terutama perusahaan StartUp, yang belum memiliki kantor fisik. Kerugian juga dirasakan oleh pelaku jasa operator virtual office itu sendiri.
Perbincangan tersebut mengemuka dalam diskusi Forum Dialog HIPMI, Menggagas Regulasi Co Working Space and Virtual Office Untuk Pertumbuhan StartUp di Indonesia, Kamis (10/12/2015). Dialog tersebut diharapkan menggugah pemerintah untuk mengkaji ulang Surat Edaran tersebut.
"Jangan sampai hanya ulah beberapa ekor tikus tapi lumbungnya dibakar untuk menyelamatkannya," ujar Sekjen VOACI (Virtual Office & Co Working Space Association Indonesia) yang juga CEO Graha Inspirasi.
Ketua BPP HIPMI Bidang Ekonomi Kreatif, Yaser Palito menambahkan, larangan pemakaian virtual office adalah langkah mundur. Sebab saat ini banyak pengusaha UKM, tidak bisa menyewa usaha di perkantoran, karena membutuhkan ruang yang sangat besar.
Diharapkan peraturan dirubah dan jangan cepat-cepat direalisasikan, karena akan mematikan UKM dan ekonomi kreatif, dan pengusaha pemula. "Kami mendorong UKM dan ekonomi kreatif tumbuh, dan ini membutuhkan virtual office," kata Yaser Palito.
Ketua Komisi D, DPRD DKI Jakarta, Muhammad Sanusi, menanggapi persoalan tersebut mengatakan, pada prinsipnya pihaknya tidak boleh dilarang penggunaan virtual office.
"Secara prinsip, selama tidak melanggar Perda 1, tidak dilarang, yang penting, Jujur, Tanggung Jawab, jika dilarang ini berbahaya karena mematikan UKM," tegas Sanusi.
Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif RI, Hari Sungkari, menyatakan virtual office adalah hal yang sangat penting dalam usaha sebagai legalitas. Sebab tanpa memiliki office, pelaku usaha akan terhambat dalam usahanya, seperti mendapatkan pinjaman dari perbankan dan lain-lain.
Hari sendiri mengaku pernah menjadi membuka usaha yang dijalankan dirumah. Hal itu dilakukan karena belum mampu untuk menyewa menyewa kantor. Untuk itu sangat penting adanya virtual office.
"Kenapa ada vitual office karena tidak ada duit untuk menyewa ruangan atau kantor, bisnis UMKM biasanya sudah memilki tempat usaha sendiri, seperti tempat usaha restaurant, grosir buah- buahan, dan lain sebagainya, target pasarnya juga sudah jelas. Kalau start up kan mereka juga belum tahu target marketnya, bagaimana kejelasan usahanya,dan mereka memilki resiko usaha yang lebih besar, hal itu yang kemudian membuat mereka mencari kantor dimana saja asal sesuai dengan kebutuhan mereka,” imbuhnya
Menurutnya, banyaknya pelaku usaha startup seharusnya diberikan kemudahan, tidak dipersulit. Penggunaan virtual office tidak seharunya dimusnahkan, tapi regulasinya diatur kembali.
Deputi Bidang Pengkajian Kemenkop dan UKM RI, Meliadi Sembiring, juga mengungkapkan pertumbuhan UMKM di Indonesia perlu didorong. Saat ini di Indonesia terdapat UMKM 67 juta, 99% mikro. Secara keseluruhan jumlah pelaku baru 1,7% dari jumlah penduduk. Pemerintah memiliki target 2%.
"Jadi bagaimana meningkatkan kewirausahaan itu, mengenai permasalahan sebaiknya diselesaikan, ada komunikasi yang perlu dijembatani," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan PTSP DKI Jakarta, Achmad Gifari, mengatakan mengenai surat edaran tersebut muncul setelah adanya persoalan banyaknya perusahaan yang timbul tenggelam dan diduga fiktif. Dikeluarkannya SE tersebut untuk mengantisipasi persoalan tersebut.
PTSP sendiri mengaku hanya sebagai operator. Regulatornya ada di Kementerian Perdagangan. Namun demikia, pihaknya masih memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk membuka virtual office hingga 31 Desember 2015, dimana setiap izin yang dikeluarkan akan berlaku selama 5 tahun ke depan.
"Untuk selanjutnya bagaimana kita tunggu perkembangan. Kalau peraturan Perdagangan mengatakan bisa dikasih ya saya berikan, tapi kalau tidak akan kami tanyakan," katanya.
Pada acara yang sama juga terbentuknya organisasi Virtual Office pertama di Indonesia, VOACI (Virtual Office & Co Working Space Association Indonesia) yang dipimpin oleh Anggawira selaku Ketua Umum yang dimana juga sudah terbentuk di berbagai Pimpinan Dearah seperti Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.