Suara.com - PT Pertamina (Persero) menganggarkan dana hingga sekitar 30 miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp340,8 triliun hingga tahun 2025 untuk meningkatkan produksi minyak mentah.
"Saat ini Pertamina hanya mampu memproduksi minyak mentah sebesar 24 persen dari total produksi minyak mentah dalam negeri. Untuk itu perlu peningkatan produksi dengan membangun kilang-kilang baru termasuk program akuisisi kilang," kata Dirut Pertamina Dwi Sutjipto, di sela acara Forum BUMN : "Sinergi BUMN Untuk Transformasi Indonesia", di Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Menurut Dwi, kemampuan produksi Pertamina yang hanya sebesar 24 persen tersebut, jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas produksi minyak nasional negara lain.
"Produksi minyak mentah National Oil Company negara lain itu bisa mencapai 79 persen. Kita relatif masih kecil," ujar Dwi.
Ia menjelaskan, produksi hulu migas tahun pada 2015 mencapai 584.000 barel per setara minyak hari, terdiri atas minyak mentah dan gas.
Hal ini lah yang menjadi dasar perseroan meningkatkan kegiatan bisnis hulu, salah satunya dengan mengakuisisi blok minyak di luar negeri seperti blok migas di Aljazair.
"Investasi yang dialokasikan Pertamina untuk meningkatkan produksi minyak mentah per tahun berkisar 3 miliar dolar AS. Setidaknya sampai 10 tahun ke depan bisa mencapai sekitar 30 miliar dolar AS," tegasnya.
Sebelumnya, Dwi menargetkan produksi migas tahun ini mencapai 619.200 barel setara minyak per hari, terdiri dari produksi minyak mentah sebanyak 329.440 barel per hari, dan produksi gas sebanyak 1,668 juta kaki kubik per hari.
Selain pembangunan kilang baru dan akuisis, perseroan juga terus meningkatkan kapasitas produksi (upgrading) kilang minyak yang dioperasikan Pertamina yakni kilang Dumai, Cilacap, Balongan, Plaju, dan Balikpapan.
Fase pertama sebanyak empat kilang akan ditingkatkan kapasitas produksinya, yaitu Balongan, Cilacap, Balikpapan, serta Plaju yang dimulai tahun 2018 dan rampung pada 2022.
Sementara itu, kilang Dumai akan ditingkatkan kapasitas produksinya pada fase kedua, yang dimulai 2021 dan berakhir 2025. (Antara)