Suara.com - Bank Dunia mencatat dalam 15 tahun terakhir, kesenjangan di Indonesia terus mengalami peningkatan dan semakin lebar. Ketimpangan di Indonesia sudah mencapai tingkat tertinggi dalam sejarah.
Country Director Indonesia The World Bank, Rodrigo A. Chaves menjelaskan ketimpangan di Indonesia bisa terjadi lantaran pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh beberapa orang saja. Khususnya yang berada di daerah yang menjadi pusat kota.
“Contoh ketimpangan yang paling mencolok antara daerah perkotaan dengan daerah terpencil di Papua. Soal sanitasi, contoh Jakarta, di sini hanya 6 persen masyarakat yang tidak memiliki sanitasi yang baik, sedangkan di daerah lain hampir 98 persen sanitasinya buruk. Ini sangat mencolok sekali ketimpangan yang terjadi antara daerah,” kata Rodrigo saat memberikan kata sambutan dalam acara bank dunia bertajuk `Akhiri Ketimpangan Untuk Indonesia “AKU Indonesia” di XXI Ballroom Djakarta Theatre Building Sarinah, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Pada tahun 2002, sekitar 10 persen warga terkaya Indonesia mengonsumsi sama banyaknya dengan total konsumsi 42 persen warga miskin. Sedangkan pada 2014, mereka mengonsumsi sama banyaknya dengan 54 persen warga termiskin. Hal ini cukup jelas menunjukkan ketimpangan di Indonesia semakin melebar.
“Jika dilihat berdasarkan rasio gini Indonesia dalam 15 tahun terakhir dari 30 pada tahun 2000 menjadi 41 di 2014. Angka ini merupakan angka tertinggi jika dibandingkan denga negara-negara tetangga di Asia Timur dan ini bisa menjadi penghambat prospek segmen-sehmen masyarakat dari generasi ke generasi,” ungkapnya.
Melihat kondisi tersebut, pihaknya sangat berharap bahwa Indonesia dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat di Indonesia setara dengan daerah-daerah lainnya yang ada di Indonesia. Sehingga, Indonesia bisa menjadi negara yang makmur di dunia.
“Indonesia punya potensi mensejahterakan rakyatnya dan menuju kemakmuran sebagai negara. Oleh sebab itu kami berharap Indonesia dapat mengatasi ketimpangan yang dikhawatirkan akan semakin melebar ini,” tegasnya.