Suara.com - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat dua perusahaan asing dan dalam negeri yang tengah melakukan konstruksi smelter senilai Rp6,4 triliun di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Perusahaan tersebut yakni penanaman modal dalam negeri (PMDN) oleh PT Titan Mineral Utama (TMU) dengan rencana investasi sebesar Rp4,7 triliun dan penanaman modal asing (PMA) PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNAI) sebesar 130 juta dolar AS atau sekitar Rp1,7 triliun (kurs Rp13.500 per dolar AS).
"Pada 2016, kedua smelter di Bantaeng ini diharapkan sudah dapat berproduksi komersial dan hal ini lebih meyakinkan lagi atas 'feasibility' investasi pengolahan logam nikel di Indonesia sehingga kapasitas investasi nilai tambah mineral nikel di Sulawesi akan menjadi salah satu yang terbesar di dunia di antara negara-negara penghasil dan pengolah nikel di dunia," kata Kepala BKPM Franky Sibarani saat mengunjungi Kawasan Industri Bantaeng, Senin (7/12/2015).
Menurut dia, realisasi investasi itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan adanya peningkatan sumber daya mineral dengan melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
"Proyek-proyek pembangunan industri pengolahan dan pemurnian bahan mineral atau smelter dapat berkontribusi positif bagi pembangunan ekonomi di Indonesia," katanya.
Menurut Franky, pembangunan industri smelter memerlukan dukungan dan kerja sama dari semua pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta dan BUMN.
Dengan demikian, industri smelter yang berbasiskan sumber daya alam itu dapat memberikan efek berantai kepada semua pihak.
Rencana investasi TMU sebesar Rp4,7 triliun tersebut dilakukan dengan rencana penyerapan tenaga kerja sebesar 1.000 orang.
Sementara HNAI mempunyai rencana investasi sebesar Rp1,7 triliun dan rencana penyerapan tenaga kerja sebesar 900 orang.
Saat ini TMU sedang melakukan pembangunan tahap pertama konstruksi dengan kapasitas produksi ferronickel sebesar 12.000 ton/tahun yang akan mulai produksi komersial pada bulan Februari 2016.
Dalam pembangunan pabrik smelternya, TMU berencana memasang 20 tungku "blast furnace", di mana pada saat ini sudah melakukan instalasi empat tungku.
Sedangkan, HNAI sedang melaksanakan konstruksi tahap pertama dengan kapasitas 100.000 ton ferronickel per tahun dengan menggunakan dua tungku "rotary kiln electric furnace" yang ramah lingkungan.
Perusahaan optimistis proses konstruksi pabrik smelter nikel dapat diselesaikan pada bulan Desember 2015. Pada Januari 2016, HNAI akan melakukan percobaan produksi dan diharapkan pada Februari 2016 dapat memulai produksi serta melakukan ekspor perdana.
"Realisasi investasi smelter nikel dan Kawasan Industri Bantaeng membuktikan komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Bantaeng dalam mendorong pencapaian nilai tambah mineral nikel di Indonesia," pungkas Franky. (Antara)