Pembentukan Komite Pengawas (Oversight Committee) yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) atau IPC sudah mengikuti regulasi dan ketentuan yang berlaku di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu ditegaskan Ketua OC Erry Riyana Hardjapamekas menanggapi Pansus Angket Pelindo II yang memandang OC ilegal karena bukan merupakan organ BUMN. “Penunjukan dan pembentukan OC ini dilakukan oleh Direksi Pelindo II, sesuai dengan kewenangan direksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN,” ujar Erry dalam keterangan tertulis, Minggu (6/12/2015).
Sebelumnya Pansus Angket Pelindo II menyatakan OC ilegal karena bukan merupakan organ BUMN sebagaimana tertulis dalam UU Nomor 19/2003 pasal 91, yang menyebutkan selain organ BUMN dilarang ikut campur dalam kepengurusan BUMN.
Adapun organ BUMN dimaksud sesuai dengan UU Nomor 19/2003 pasal 13 terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi dan komisaris. Dalam hal ini, Pansus menyamakan fungsi OC dengan komisaris.
Menurut Erry, keberadaan OC tidak sama dengan Dewan Komisaris yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap operasional perusahaan secara umum dan menyeluruh. Fungsi pengawasan yang dilakukan OC bersifat spesifik dan dengan waktu yang terbatas, yaitu hanya pada proyek pembangunan Terminal Kalibaru (new Priok) dan perpanjangan kontrak JICT.
Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT. PELINDO II (PERSERO) NOMOR UM 338/1/11/PI.II-13, OC ditunjuk oleh direksi untuk mengawal agar pelaksanaan pembangunan New Priok dan perpanjangan JICT sesuai dengan peraturan dan dalam rangka penetapan good corporate governance (GCG). Tugas OC adalah memberi saran dan rekomendasi, namun keputusan ada di tangan direksi.
"Jadi, penunjukan OC ini tidak beda dengan penunjukan tim konsultan hukum atau pembentukan komite-komite lain yang ada di Pelindo, antara lain Komite IPC Bersih dan IT Steering Committee,” tambah Erry.
Komisaris Utama PT Pelindo II Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pembentukan OC tidak beda dengan pembentukan tim pengkaji oleh BUMN sebelum melakukan investasi atau mengerjakan sebuah proyek. “Sementara untuk pengawasan perusahaan secara keseluruhan berada di tangan dewan komisaris dan komisaris tidak bisa didikte oleh OC,” tegasnya.
Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino mengungkapkan, alasan dibentuknya OC pada 1 Februari 2013 adalah untuk mengawasi pembangunan New Priok dan perpanjangan JICT agar sesuai dengan peraturan dan prinsip-prinsip GCG. Karena itu, nama-nama yang ditunjuk dalam tim OC adalah mereka yang secara luas dikenal memiliki integritas, Erry Riyana Hardjapamekas, Faisal Basri, Lin Chi Wei, Natalia Soebagyo, dan Fickry Assegaf.
“Pembentukan OC ini adalah sebuah bentuk kehati-hatian sekaligus best practise yang kami lakukan. Ini adalah dua proyek yang sangat besar, nilainya Rp 70 triliun. Karena itu perlu dikawal oleh orang-orang yang punya integritas tinggi,” tegas Lino.