Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit likuiditas sekitar Rp5,8 trilun. Koodinator BPJS Watch Indra Munaswar menjelaskan, defisit tersebut terjadi lantaran tak seimbangnya pengeluaran dan pemasukan BPJS Kesehatan.
“Ya memang akan mengalami defisit. Sekarang itu pendapatannya sekitar Rp49 triliun, kalau saya nggak salah. Nah diperkirakan akan mengalami defisit Rp5,8 triliun. Karena kepesertaannya masih minim, sedangkan orang kan ada aja setiap hari yang sakit. Ini memang yang menjadi masalah, karena roadmap yang mereka susun tidak tepat,” kata Indra saat berbincang dengan suara.com restoran Dapur Solo, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (1/12/2015).
Ia menjelaskan, berdasarkan data yang diperoleh Indra, total peserta per November 2015 sekitar 154,11 juta. Sementara data terbaru PPU badan usaha, menurut Indra, baru 21,75 juta. Angka ini bukan saja masih di bawah jumlah pekerja formal, tapi juga masih di bawah target PPU badan usaha hingga akhir 2015 yang diharapkan bisa mencapai 39,7 juta.
“Jadi kalau melihat data itu, untuk menutupi defisit itu sebanarnya kita bisa genjot dari dari segmen PPU badan usaha. Tapi memang enggak mudah Pasalnya, selain iuran yang dibayar tergolong besar ketimbang peserta mandiri karena perhitungannya berbasis gaji, rasio klaimnya juga dibawah 100 persen,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengimbau kepada pemerintah untuk menentukan formulasi yang tepat agar defisit itu dapat ditutup dan kepesertaan BPJS dapat bertambah.
“Kan harga juga pada naik, harga oba dan lain-lain. Kalau ada kenaikan seperti ini berarti formulanya juga harus diubah dan disesuaikan,” tegasnya.