Harga Minyak Dunia Melonjak Pasca Turki Tembak Pesawat Rusia

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 25 November 2015 | 07:21 WIB
Harga Minyak Dunia Melonjak Pasca Turki Tembak Pesawat Rusia
Ilustrasi Harga Minyak
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com -  Harga minyak global melonjak pada Selasa (Rabu pagi WIB 25/11/2015), setelah Turki menembak jatuh sebuah pesawat tempur Rusia di perbatasan Suriah, memicu kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yang kaya minyak.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, naik 1,12 dolar AS menjadi ditutup pada 42,87 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari, naik 1,29 dolar AS menjadi menetap di 46,12 dolar AS per barel di perdagangan London.

Militer Turki mengatakan pesawat itu ditembak jatuh oleh dua jet tempur F-16 Turki setelah melanggar wilayah udara Turki 10 kali dalam jangka waktu lima menit.

Namun demikian, Rusia bersikeras bahwa pesawat tempurnya itu masih berada di dalam wilayah udara Suriah, meningkatkan kemungkinan lonjakan besar dalam ketegangan atas Suriah.

"Kami benar-benar mendapatkan dorongan di sini dari ketegangan geopolitik, karena kekhawatiran telah dipicu oleh berita bahwa sebuah pesawat Rusia telah ditembak jatuh, dan ketakutan bahwa eskalasi dapat menyebabkan beberapa pengaruh buruk di Timur Tengah dan akhirnya mempengaruhi pasokan minyak," kata Matt Smith, analis minyak pada ClipperData.

Namun, para analis pasar mencatat bahwa Suriah hampir tidak menghasilkan minyak dan itu kesempatan baik bahwa peningkatan ketegangan atas insiden tersebut bisa berkurang tak lama kemudian. Akibatnya, beberapa melihat lompatan harga minyak pada Selasa sebagai bukti aksi buru harga murah.

Pasar sedang menunggu laporan mingguan persediaan minyak AS pada Rabu.

Para analis mengatakan liburan Thanksgiving yang akan datang di AS pada Kamis bisa mematikan reaksi terhadap laporan pemerintah, meskipun ada juga kemungkinan volatilitas yang lebih besar karena volume perdagangan rendah. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI