Suara.com - PT Pertamina (Persero) menandatangani kontrak kerjasama pengadaan fatty acid methyl ester (FAME) dengan 11 badan usaha produsen bahan bakar nabati di Indonesia dengan total volume 1,84 juta kiloliter (KL). FAME tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan periode November 2015 hingga April 2016.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan penandatangan kontrak FAME ini merupakan bukti konkret kepatuhan Pertamina kepada kebijakan pemerintah c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yaitu mandatory Bahan Bakar Nabati (BBN). Pemerintah telah menetapkan mandatory kadar BBN sebesar 15% pada tahun ini dan 20% pada tahun depan.
“Dengan penandatanganan kontrak ini Pertamina kembali membuktikan komitmen tingginya untuk mematuhi kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah mengenai pemanfaatan FAME sebagai BBN. Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada 11 badan usaha produsen FAME nasional yang telah mencapai kesepakatan dengan Pertamina untuk memasok kebutuhan FAME untuk produk Biosolar Pertamina. Bagaimanapun, keberlanjutan pasokan FAME menjadi sangat penting untuk mendukung program mandatory BBN dari pemerintah,” kata Wianda.
Pertamina telah menyalurkan Biosolar dengan kadar campuran FAME (B-7,5) sejak tahun 2009 dengan volume meningkat secara bertahap. Pada tahun 2014, total penyaluran FAME mencapai 1,5 Juta KL atau setara dengan 13,6 juta KL Biosolar mencakup kebutuhan PSO, NPSO dan pembangkit listrik.
Saat ini, Pertamina telah menyalurkan Biosolar dengan persentase FAME sebesar 15%. Total penyerapan FAME hingga 31 Oktober 2015 mencapai sekitar 300 ribu KL dan ditargetkan dapat mencapai 966.785 KL pada akhir tahun, atau setara dengan 5,98 juta KL Biosolar.
Dengan penerapan mandatory B-20 tahun depan, kata Wianda, Pertamina memproyeksikan kebutuhan volume FAME yang akan diserap Pertamina sebesar 5,14 juta KL atau setara dengan 26 juta KL Biosolar. Volume tersebut terdiri dari 2,7 juta KL untuk kebutuhan PSO, 1,26 juta KL untuk kebutuhan pembangkit listrik dan 1,12 juta KL untuk kebutuhan Non PSO.
“Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sinergi strategis Pertamina dengan para pelaku utama, baik pemerintah dan produsen FAME di Indonesia sangat diperlukan. Penyerapan FAME diyakini sangat menguntungkan semua pihak, karena ini merupakan langkah penting bagi Indonesia untuk dapat mengurangi ketergantungannya akan impor Solar dan juga membuka lapangan kerja karena industri hilir sawit di Tanah Air lebih bergairah.”
Wianda juga menegaskan kesiapan Pertamina dalam penyediaan sarana dan fasilitas untuk pelaksanaan mandatory BBN. Menurut dia, 63 Terminal BBM utama di 31 kota telah siap menampung dan menjadi titik-titik pendistribusian ke seluruh pelosok negeri.