Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat bisnis syariah di bidang pembiayaan belum dimanfaatkan dengan maksimal oleh perbankan dan lembaga pembayaran seperti Pegadaian. Data terakhir 2014, Indonesia masih nongkrong di posisi ke-9 tingkat besaran asset perbankan syariah di pasar global.
Total asset perbankan syariah Indonesia sebesar 35,629 juta dolar Amerika Serikat. Posisinya di bawah Turki dengan total asset 51,161 juta dolar AS dan di atas Banglades dengan total asset 19,938 juta dolar AS.
Di pasar global, Malaysia menempati posisi pertama dengan total asset perbankan syariahnya sebesar 423,285 juta dolar AS, setelah itu disusul Arab Saudi (338,106 juta dolar AS), Iran (323,300 juta dolar AS), Uni Emirat Arab (140,289 juta dolar AS), Qatar (81,027 dolar AS), dan Bahrain (64,644 dolar AS). Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar menjelaskan posisi Indonesia itu tidak sebanding dengan jumlah penduduknya yang beragama muslim. Indonesia kalah dengan Turki yang penduduk muslimnya lebih sedikit.
Di lihat dari pertumbuhan, Indonesia pernah berjaya di kurun waktu 2009-2013. Pertumbuhannya mencapai 43 persen. Sementara negara lain dalam kurun waktu yang sama, pertumbuhanya kecil. Negara itu di antaranya Malaysia, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Turki, dan Bahrain. Menurut Mulya, pelambatan ini karena menurunnya sektor rill di Indonesia.
“Ini masa jaya perbankan syariah di Indonesia 2009-2013. Tapi selajutnya, masa suram saat ini. Harus diakui. Supaya kita eling, jangan terbuang dengan 43 ersen itu,” kata Mulya kepada suara.com.
Pertumbuhan aset, di tahun 2010 sangat jauh di atas pertumbuhan bank konvensional. Tahun 2014, turunnya langsung drastis. Di bawah dari pertumbuahan perbakan nasinal. Sampai Juli 2015 total asset Bank Syariah Rp272,609 triliun. Pertumbuhan asset perbankan syariah sekarang hanya 7 persen.
Hal yang membuat perbankan syariah dalam kondisi terpuruh karena kenaikan NPL yang terus tinggi sejak 2010. Dari 2,2 persen sampai Juli 2015 saat ini ada di angka 4,89 persen. Sementara dari 12 perbankan syariah, kebanyakan permodalannya ada di buku 2 dengan modal inti di bawah Rp5 triliun dan di atas 1 triliun.
Sebanyak 6 bank syariah modal intinya masih di bawah Rp1 triliun atau di posisi buku 1. Hanya Bank Syariah Mandiri yang modalnya hampir di level buku 3. Ke depan OJK mendorong agar bank syariah yang masih UUS bisa spin off segera.
Di balik target itu, OJK merumuskan tantangan untuk perbankan syariah nasional. Pertema tantangan eksternal dengan melihat kondisi ekonomi nasional yang tengah melambat. Pada triwulan II 2015 pertumbuhan ekonomi tercatat 4,67 persen. Ini turun jauh di bandingkan periode yang sama di tahun 2014 5,03 persen.
Sementara perbankan syariah Indonesia masih berat untuk bersaing di global. Selain posisi Indonesia masih jauh di bawah di lihat dari total asset, Indonesia juga akan berhadapan dengan integrasi sektor keuangan dengan Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2020.
Di lihat dari faktor internal, literasi masyarakat Indonesia terhadap sistem syariah masih kurang. Di tambah belum adanya insentif untuk menggeser prefensi dari produk konvensional yang lebih dulu diketahui masyarakat. Tantangan lainnya, produk pembiayaan perbankan syariah masih mahal dan belum efisien.
Sehingga daya saing dengan konvensional lebih sulit dilakukan. Ditambah kualitas sumber daya manusia dan teknologi informasi belum baik di miliki perbakan syariah nasional.
Dari masalah itu OJK membagi menjadi 7 isu strategis perbankan syariah:
1. Belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah.
2. Modal yang belum memadai, skala industri dan individual bank yang masih kesil, serta efisiensi yang rendah.
3. Biaya dana mahal yang berdampak pada keterbatasan segmen pembiayaan
4. Produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai dengan ekspetasi masyarakat
5. Kuantitas dan kualitas SDM yang belum memandai serta teknologi sistem informasi yang belum dapat mendukung pengembangan produk dan layanan
6. Pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap sistem syariah
7 Pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal
OJK menganalisa saat ini banyak perbankan syariah yang membuka kantor cabang. Pembukaan itu dilakukan secara masif. Sementara tidak memperhatikan kualitas SDM. Banyak pimpinan cabang yang diangkat tidak paham dengan perbankan syariah. Sehingga banyak kesalahan penaksiran yang menyebabkan persentase gagal kredit (NPL) di atas 5 persen.
“Karena orang belum siap memimpin pembiayaan, sementara harus memimpin kantor cabang dan pembantu. Saya beberapa waktu lalu waktu jadi direktur perbankan syariah di BI, saya sudah mengingatkan ‘ente lari terlalu kencang, nanti kesandung’. Ini gambaran yang memperlihatkan,” kata Mulya.
OJK meyarankan perbankan syariah belajar dari PT Pegadaian yang mempunyai bisnis syariah cukup baik. Pegadaian juga berpengalaman dalam penyediaan penaksir. Jika perbankan syariah sudah kuat di sisi SDM, mereka bisa menyasar ke proyek pembiayaan yang bukan lagi usaha mikro, tapi pembiayaan infrastruktur skala menengah sampai besar.
“Trust financing itu ada kalau ketahunan orang (kreditur) ini amanah. Makanya proses pembiayaan syariah ini tidak bisa langsung ke mudarabah. Harus melalui murabahah dulu. Ketika melakukan pembiayaan, jangan membiayai yang kita nggak tahu proyek itu apa,” papar Mulya.
OJK menyusun road map perbankan syariah. Ke depan Perbankan syariah perlu berkontribusi dalam pembiayaan investasi ekonomi berkelanjutan yang cocok dengan prinsip syriah. Yaitu bermanfaat untuk masyarakat, memberikan provit untuk industri dan tidak merusak lingkungan. Salah satunya, di bisnis pertanian organik dan energi baru terbarukan.
OJK dalam waktu dekat akan membuat pilot project pertanian organic yang akan digarap oleh perbankan syariah. Semua permodalan dipegang perbankan syariah. Ini mulai dari penyediaan bibit, benih, penanganan, panen, pasca panen dan pemasaran. Sudah ada 18 bank syariah dan konvensional yang ingin bergabung.
“Tahun 2016 kita kerjakan. Kita sudah punya tempatnya di bandung, kita akan kerjasama dengan mereka untuk kembangkan ini. WWF ini akan melakukan tranning dengan perbankan,” kata dia.
Sementara paket kebijakan lain untuk merangsang minat masyarakat untuk melakukan gadai di perbankan syariah. Salah satunya membuat kebijakan memperpanjang masa pembayaran dari 2 kali menjadi tidak dibatasi. Begitu juga dengan batas pemberian pinjaman gadai yang sebelumnya maksimal Rp250 juta.
Perketat gadai swasta
OJK juga akan memperketat binis gadai emas di luar perbankan syariah. Terutama lembaga biayaan swasta yang melayani gadai dan belum diatur oleh undang-undang. Ini untuk meningkatkan standar pelayanan terhadap konsumen. OJK memastikan aturan itu akan terbit Januari 2016.
Hal yang perlu dipenuhi oleh pegadaian swasta di antaranya permodalan, tenaga ahli dan lokasi. Dalam peraturan tersebut pegadaian swasta harus memiliki komitmen untuk bekerjasama dengan pegadaian persero. Sebab pegadaian telah memiliki pengalaman dalam skema bisnis penyaluran kredit ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Jumlah gadai swasta yang baru terlihat hingga saat ini ada 4.000 hingga 5.000 pegadaian.
Peraturan bisnis pegadaian swasta ini diluncurkan untuk menyikapi usaha pegadaian yang makin berkembang pesat dan melindungi konsumen dari tindakan oknum yang tidak bertanggungjawab. Ini untuk menghindari spekulan di bisnis gadai emas.
Sektor pegadaian dalam jangka panjang bisa mendorong kinerja perekonomian nasional. Namun saat ini masyarakat belum mempunyai edukasi maupun literasi yang memadai dalam memahami usaha gadai. Padahal dengan usaha pegadaian maka dana lebih mudah dicairkan dan masyarakat jadi mudah mendapatkan dana sehingga ekonomi akan tumbuh. Namun, memang hal ini masih membutuhkan terobosan.
Namun begitu aturan itu dikeluarkan, PT Pegadaian akan mempuyai saingan baru. Sebelumnya PT Pegadaian memonopoli bisnis gadai. Sebab dalam Undang-Undang tentang pegadaian, hanya BUMN yang boleh menjalankan bisnis gadai. Pegadaian pun akan memperkuat SDM dan layanan pemberian pinjaman yang cepat, mudah dan praktis.