Sampai Agustus 2015, outstanding loan (OSL) atau pinjaman yang diberikan kepada nasabah Pegadaian Syariah Unit Pelayanan Cabang (UPC) Metro Boulevard sebesar Rp12.524.356.702. Sumbangan terbesar dari produk gadai mencapai Rp11 miliar lebih. Nilai OSL ini hampir mencapai target OSL Pegadaian Syariah Metro Boulevard tahun 2015 ini yang mencapai Rp12.704.960.956.
Dilihat dari karakter tujuan nasabah memilih pegadaian syariah di banding konvensional karena 3 alasan. Wahidin menjelaskan alasan itu karena sudut pandang ajaran agama, ekonomi dan kedekatan lokasi gerai pegadaian.
Salah satu pelanggan tetap Pegadaian Syariah Metro Boulevard adalah Yenny dan suaminya, Ahmad. Mereka warga Kabupaten Karawang sebelah barat. Rumahnya sekitar 20 km menuju Metro Boulevard yang berada di Cikarang sebelah utara. Mereka menumpang sepeda motor bebek.
Ahmad langsung duduk di kursi besi panjang di ruang tunggu. Yenny yang berjilbab hampir menutupi badannya itu menuju loket yang dibatasi kaca bening dan berlubang. Yenny mengambil kertas formulir pendaftaran gadai atau rahn. Selembar kertas putih itu berisi identitas yang harus diisi calon nasabah. Di antaranya nomor identitas Kartu Tand Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM) dan paspor. Selain itu nama lengkap, asal barang, status transaksi, tujuan transaksi instrument pembayaran jangka waktu gadai, jenis barang jaminan yang diserahkan, nama istri/suami, ibu kandung dan nomor ponsel.
Yenny menggadaikan emas miliknya seberat kurang lebih 7 gram untuk keperluan biaya sekolah anaknya. Dia inginkan jangka waktu gadai selama 30 hari. Emas itu pun diberikan ke Nurma Aprilia, sang juru taksir.
“Sebentar ya bu, silakkan tunggu,” kata juru taksir berjilbab hijau itu.
Jemari Nurma membuka 2 plalstik bening. Plastik pertama berisi kalung dan gelang, sementara plastik kedua ada cincin. Nurma pun beraksi menaksir emas-emas yang ingin digadaikan. Di meja kerja Nurma ada sebuah timbangan, jarum uji emas, batu uji dan air uji emas.
Jarum uji emas digunakan untuk menguji keaslian dari emas dan karakter emasnya, begitu juga air uji emas. Sementara batu uji untuk menguji keaslian dari emas dan karakter emasnya. Nurma penaksir melakukan pengujian karatase dan berat.
Nurma melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan standar taksiran logam yang telah ditetapkan oleh kantor Pegadaian pusat. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi. Tidak sampai 5 menit, Nurma rampung menguji dan menghitung taksiran. Nurma pun memanggil Yenny.
“Ibu Yenny, setelah saya hitung nilainya, Rp3,5 juta yah. Bagaimana?” kata Nurma.
Nurma pun menyetujui taksiran itu. Yenny harus membayar ijaroh atau jasa titip sebesar Rp28.000 per10 hari titipan. Sehingga jika dalam waktu 10 hari dia bisa mengembalikan uang pinjaman, Yenny harus membayar Rp3.528.000. Jika lebih, maka tinggal hitung berdasarkan kelipatan tempo pinjaman.
Yenny sudah lama menjadi nasabah syariah, terutama dari perbankan. Di Pegadaian Syariah, dia baru 3 tahun memakai jasa non bank itu. Alasan dia menggunakan jasa keuangan berbasis syariah karena alasan ideologi. Dia menghindari terlibat dalam riba atau ziyadah. Riba merupakan prosesu melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase dari pinjaman pokok. Ini biasa disebut sebagai bunga.
“Saya lebih tenang tidak memakan riba. Karena memakan hasil riba atau bunga itu dosa sekali. Diibaratkan, dosa paling kecil sama dengan menggauli (berhubungan intim) dengan ibu kandung sendiri,” kaya Yenny.
Lain alasan dengan Dessy, dia menggunakan jasa gadai syariah di Pegadaian karena alasan harga yang kompetitif. Jika dibandingkan dengan pegadaian konvensional, biaya pinjaman pegadaian syariah setara 0,75 persen dari jumlah taksiran. Pegadaian konvensional bunya pinjamannya 2 persen. Lama pinjaman juga berbeda, untuk syariah 10 hari dan konvensional 15 hari.
Dessy adalah buruh pabrik di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perminyakan. Dia baru mengenal Pegadaian Syariah dari sahabatnya sesama buruh. Penghasilannya yang pas-pasan untuk biaya hidup sebagai lajang di Cikarang menjadikan pegadaian selalu menjadi andalan.
“Gaji saya Rp2,7 juta sebulan. Itu saja, tidak ada penghasilan lain. Gaji selalu habis 5 hari sebelum tanggal 1. Jadi tanggal 25 atau 26 saya selalu ke pegadaian,” cerita Dessy.
Perempuan berkulit putih dan berambut itu cerita, tiap akhir bulan selalu ‘kepepet’. Bagaimana tidak, kata dia, biaya hidup terus naik di kawasan industri seperti Cikarang. Dia makan sehari sebanyak 3 kali dengan biaya makan sekali Rp20.000. Belum lagi kebutuhan transportasi dan lain-lain.
Dia merinci, dalam masa jeda ‘bokek’ selama 5 hari sebelum gajian itu, dia membutuhkan uang Rp500 ribu untuk biaya makan saja. Dalam 5 bulan terakhir ini, saban bulan perempuan berbau harum parfum itu ke Pegadaian Syariah Metro Boulevard untuk menggadaian cincin warisan orangtuanya. Cincin itu seberat sekitar 2,3 gram. Cincin yang sudah tak muat di tangannya itu ditaksir Rp1 juta. Kadang kalau emas lagi turun, dia hanya mendapatkan uang Rp800 ribuan.
“Itu cukup. Saya juga nggak mau pinjam banyak-banyak. Takut nggak bisa bayar,” kata perempuan Katolik itu.