Suara.com - Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menundan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara membuat PT Freeport Indonesia merasa tidak secure.
Sebab jika kepastian perpanjangan Kontrak Karya (KK() Freeport baru diberikan tahun 2019, pengembangan bisnis Freeport pasca 2021 akan kesulitan.
Vice President Corporate Comunication PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengakui pihaknya menghormati keputusan Pemerintah Indonesia yang menunda merevisi PP No 77 Tahun 2014.
"Hanya saja keputusan ini akan cukup menyulitkan karena persiapan mengembangkan tambang bawah tanah di Timika itu tidak cukup hanya 1 atau 2 tahun. Jadi lebih cepat pembicaraan perpanjangan KK dilakukan, itu akan lebih secure buat kami," kata Riza saat dihubungi Suara.com, Rabu (4/11/2015).
Riza mengklaim sejauh ini PT Freeport Indonesia sudah menginvestasikan 4 Miliar Dolar Amerika Serikat. Jika kepastian perpanjangan kontrak pasca tahun 2021 baru diberikan tahun 2019 nanti, Riza khawatir waktu yang tersedia untuk melakukan persiapan operasional penambangan bawah tanah akan terhambat.
"Tapi kalau sudah begini kondisinya, kami menunggu keputusan dari pemerintah saja," tambah Riza.
Sebagaimana diketahui, mengacu KK antara PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia pada tahun 1991, masa penambangan Freeport akan habis pada tahun 2021. Namun sesuai ketentuan PP No 77 Tahun 2014, pembicaraan perpanjangan kontrak baru akan bisa dilakukan 2 tahun sebelum masa kontrak habis.
Artinya pembicaraan perpanjangan KK Freeport baru bisa dilakukan tahun 2019. Menteri ESDM Sudirman Said meneskan pada Selasa (3/11/2015) bahwa pemerintah menunda melakukan revisi PP No 77 Tahun 2014 yang mempercepat tenggang pembicaraan kontrak kerjasama.