Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundurkan jadwal pengesahaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang seharusnya dilakukan pekan lalu pada 22 Oktober 2015, namun diundur menjadi 30 Oktober 2015. Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tetap optimis jika RAPBN 2016 akan segera disahkan oleh DPR dan tidak akan menggunakan postur APBN 2015.
“Nggak, nggak pakai yang lama. Begini proses APBN ini semua proses kan sudah selesai. Kan tinggal rapat kerja sama siding paripurna saja. Tinggal di tunggu saja, mudah-mudahan cepat selesai, sudah ya,” kata Bambang saat ditemui suara.com di kantornya, Rabu (28/10/2015).
Ia menjelaskan, meski pengesahan APBN 2016 mengalami keterlambatan, Bambang mengatakan program-program pemerintah Joko Widodo tidak mengalami hambatan mengingat pelaksanaannya baru berjalan tahun depan, termasuk percepatan tender yang membutuhkan payung hukum.
“Nggak, nggak ada masalah, jangan berandai-andai, saya enggak mau berandai-andai. Semua bisa berjalan lancar kok. Kan mulainya baru tahun depan, nggak ada masalah. Jadi kita tunggu saja, besok kan kita rapat kerja dengan DPR nanti juga kelihatan disana,” tegas Bambang.
Sekedar informasi, postur sementara RAPBN 2016 yang sudah disepakati oleh pemerintah dengan DPR meliputi, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 4,7 persen, nilai tukar rupiah Rp13.900 per dolar AS, suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen.
Selain itu, target pembangunan, diketok tingkat pengangguran di kisaran 5,2-5,5 persen, tingkat kemiskinan 9,0-10,0 persen dan gini rasio (indeks) 0,39 persen serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 70,10.
Sedangkan untuk pagu pendapatan negara yang disetujui turun dari Rp 1.848,1 triliun pada Nota Keuangan yang disampaikan 17 Agustus lalu menjadi Rp 1.822,5 triliun. Pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan turun dari Rp 1.565,8 triliun menjadi Rp 1.546,7 triliun serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Rp 280 triliun menjadi Rp 273,8 triliun.
Sementara itu, postur belanja negara ikut mengalami perubahan dari Rp 2.121 triliun menjadi Rp 2.095 triliun. Terdiri dari belanja Pemerintah Pusat turun dari Rp 1.329 triliun menjadi Rp 1.325 triliun dan transfer daerah serta dana desa dari Rp 782,2 triliun menjadi Rp 770,2 triliun. Jadi defisitnya naik sedikit dari 2,14 persen menjadi 2,15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)