Suara.com - Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance Dzulfian Syafrian menilai masyarakat di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum menikmati kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan yang terus meningkat.
"Kalau permasalahan ketimpangan ini bukan karena Jokowi sebenarnya, tapi karena SBY (mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono). Tapi dengan masuknya Jokowi-JK ini ternyata malah bukan pengangguran meningkat dan kemiskinan juga semakin tinggi," katanya, Jumat (16/10/2015).
Menurut data analisis INDEF, tingkat kemiskinan meningkat dari 10,96 persen pada September 2014 menjadi 11,50 persen pada Maret 2015. Sedangkan untuk pengangguran terbuka dari 7,1 persen pada semester I 2014 menjadi 7,5 persen pada semester I 2015.
Ia menjelaskan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran lantaran pertumbuhan ekonomi di masa pemerintahan Jokowi-JK mengalami penurunan pada semester I 2015. Selain itu, pemerintah dinilai belum bisa mengendalikan inflasi yang disebabkan pemerintah tidak bisa menjaga harga-harga pangan stabil dan program pemerintah yang tidak mampu menjaga daya beli masyarakat.
"Jadi kalau kita lihat, pertumbuhan ekonomi kita masih rendah. Lalu pemerintah pada awal hingga pertengahan tahun harga-harga bahan pangan melonjak drastis dan tidak bisa dikendalikan, sehingga terjadi inflasi yang akhirnya membuat daya beli masyarakat menjadi menurun," katanya.
Selain itu, ratio gini Indonesia meningkat dari 0,40 menjadi 0,41. Hal inilah yang membuat ketimpangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar.