Rupiah Memimpin Penguatan Mata Uang Negara Berkembang

Esti Utami Suara.Com
Kamis, 15 Oktober 2015 | 18:06 WIB
Rupiah Memimpin Penguatan Mata Uang Negara Berkembang
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mata uang rupiah Indonesia dan ringgit Malaysia memimpin lonjakan mata uang negara berkembang terhadap dolar di Asia pada Kamis (15/10/2015), setelah data AS yang lebih lemah meningkatkan harapan Federal Reserve akan menunda kenaikan suku bunganya.

Aset-aset dengan imbal hasil (yield tinggi) atau berisiko, melesat kembali setelah dua hari dilanda aksi jual akibat kekhawatiran baru bahwa krisis pertumbuhan ekonomi Cina akan meresap sampai ke negara-negara lain.

Departemen Perdagangan AS, Rabu (14/10/2015)  menyatakan penjualan ritel hanya naik separuh dari yang diharapkan pada September.

Sementara laporan Beige Book Fed menyebutkan bahwa ekspansi yang rendah dan dolar kuat dalam beberapa bulan terakhir telah menekan aktivitas manufaktur serta belanja pariwisata.

Berita ini muncul setelah laporan ketenagakerjaan di bawah par pada awal bulan. Ini menambah kekhawatiran bahwa kekuatan ekonomi terbesar dunia itu tak terlalu bagus sehingga memaksa The Fed menunda kenaikan suku bunganya.

Dengan biaya pinjaman diperkirakan akan tetap pada rekor terendah dalam waktu dekat, para investor memindahkan dananya ke aset-aset berisiko.

Rupiah melonjak 2,4 persen ke posisi Rp13.278 per dolar terhadap dolar di pagi hari, sebelum akhirnya ditutup di posisi Rp13.406 per dolar AS atau  menguat 1,7 persen dibanding perdagangan sebelumnya. Sedangkan ringgit menguat  1,5 persen lebih tinggi dibanding posisi hari Rabu pada akhir perdagangan.

Won Korea Selatan naik 1,5 persen, dibantu oleh keputusan bank sentral negara itu tidak memotong suku bunga meskipun menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi.

Dolar Taiwan dolar dan baht Thailand masing-masing naik lebih dari 0,6 persen, sementara rupee India 0,4 persen lebih tinggi.

"Indeks dolar AS melayang lebih rendah untuk sebagian besar hari kemarin, tapi gerakan itu diperparah oleh rilis data penjualan ritel AS yang mengecewakan," kata Kymberly Martin, ahli strategi pasar senior di Bank of New Zealand. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI