Suara.com - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance Iman Sugema menilai paket kebijakan yang sudah dikeluarkan Presiden Joko Widodo sebanyak dua kali, tak mampu mengatasi pelemahan rupiah. Kecuali, katanya, pemerintah memperbaiki neraca pembayaran.
"Kalau saya lihat mau paket yang pertama yang sebanyak 134 paket, atau paket kedua atau paket sampai ke sepuluh juga tidak akan memberikan dampak apapun untuk memperbaiki pelemahan rupiah," kata Iman di kantornya, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Menurut Imam yang menjadi permasalahan dari pelemahan nilai tukar rupiah adalah neraca pembayaran yang tak kunjung diperbaiki. Menurutnya dari semua paket yang sudah dikeluarkan pemerintah, tidak ada yang fokus memperbaikinya, terutama defisit migas.
"Ini kalau dilihat paket standar. Jamannya SBY juga dikeluarkan. Ini itu paket yang bukan untuk mengatasi krisis. Mau ada krisis apa enggak, ya paket ini harus ada. Nah salahnya, dalam paket ini nggak ada untuk memperbaiki defisit migas kita. Jadi jangan harap bisa berhasil membangkitkan rupiah, apalagi mimpi rupiah di level Rp8 ribu - Rp9 ribu, nggak bisa," katanya.
Ia berharap pada paket kebijakan ekonomi selanjutnya, pemerintah memasukkan kenaikan harga bahan bakar minyak. Hal ini dilakukan untuk mengamankan defisit migas karena konsumsi dan populasi yang terus meningkat.
"Kalau diturunkan, ini sangat bahaya untuk neraca pembayaran migas kita, defisitnya bisa semakin membengkak. Mendingan lakukan itu konversi bahan bakar secepat mungkin. Kalau gitu masalah defisit ini bisa diselesaikan. Tapi jangan enggak dilaksanain itu konversinya sama juga bohong," kata dia.