Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong bank-bank nasional ikut memberikan kredit jangka panjang untuk proyek infrastruktur di Indonesia. Semisal jalan tol atau juga pelabuhan dan bandara.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad menilai anggapan bank tidak mampu biayai infrastruktur, tidak selalu benar. Dia yakin bank bisa. Namun mereka harus bergabung untuk membiayai sebuah proyek besar.
"Saya tidak melihat faktor risiko menjadi satu hambatan. Apalagi infrastrukturnya jelas. Saya nggak khawatir. Teman-teman bank sudah menghitung dengan baik," jelas Muliaman dalam pertemuan terbatas dengan sejumlah wartawan di Gedung WTC, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (2/10/2015) pagi.
Menurut Muliaman, bank nasional bisa berstategi dengan melakuan sindikasi atau penggabungan kerjasama antar bank untuk membiayai proyek infrastruktur. Dengan begitu risiko kredit bisa ditanggung bersama.
"Saya malah menganjurkan, bentuklah konsorsium atau sindikasi. Masuklah ke infrastruktur yang project generate income. Semisal bangun pelabuhan, lapangan terbang. Kan ada income-nya," jelas dia.
Muliaman menambahkan pembangunan infrastruktur juga bisa bersumber dari pembiayaan pesar modal. Ini bisa dilakukan jika sumber pembiayaan perbankan terbatas.
"Misal dikeluarkan sejenis reksadana dengan penyertaan terbatas. Project ini menjadi underline-nya, karena ini jangka panjang. Banyak investor bersedia. Semisal, pelabuhan laut menjadi underline, aset bagi terbentuknya reksadana dengan penyertaan terbatas. Sehingga ini bisa dibeli orang di pasar," paparnya.
Sebelumnya, Pemerintahan Joko Widodo berencana membuat bank infrastruktur lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Perusahaan itu nantinya akan fokus memberikan pinjaman untuk membangun infrastruktur di Indonesia.
Nantinya Pemerintah akan menglihkan aset Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke SMI. Sehingga perusahaan itu akan menjadi BUMN pembiayaan infrastruktur. Bahkan BUMN ini akan berfungsi selayaknya Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengklaim modal awal SMI sekitar Rp 25 triliun. Pada perjalanannya SMI bisa membiayai proyek sampai Rp 150 triliun.
Pemerintah menargetkan tahun ini BUMN itu terbentuk. Namun akan seberapa kuat SMI membiayai pembangunan infrastruktur yang selama ini banyak menggunakan uang negara dan utang luar negeri.
Pakar Perbankan, Iwan Nataliputra mengatakan langkah pembentukan bank infrastruktur sudah tepat. Sebab saat ini Indonesia tengah gencar membangun.
Dia mengatakan bank infrastruktur yang ideal mempunyai modal pembiayaan yang mampu memberikan pinjaman untuk pembangunan jangka panjang hingga 20 tahun. Dia mencontohkan pembangunan itu bisa berupa pembangunan bandara, bendungan, waduk, transportasi laut, atau juga proyek mass rasit transid (MRT).
Proyek-proyek besar itu akan lama mengalami 'balik modal'. "Bank mana yang sanggup memberikan pembiayaan sampai 5 tahun 10 tahun, bahkan 20 tahun itu?" tanya dia lagi.
Sehingga menurutnya bank infrastruktur Indonesia itu harus memiliki sumber pembiayaan yang kuat. Sumber itu rentan jika bersumber dari bank atau juga BUMN lainnya.