Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp14.699, Jumat (2/10/2015). Sebelumnya rupiah di posisi Rp14.691 perdolar AS.
"Nilai tukar rupiah kembali mengalami pelemahan terhadap dolar AS terbawa arus mata uang di kawasan Asia yang bergerak di area negatif," kata ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta.
Rangga Cipta menambahkan bahwa turunnya angka inflasi tahunan setelah terjadi deflasi pada September belum direspon positif di pasar uang. Data itu hanya berhasil mendorong penguatan di pasar surat utang negara (SUN).
"Hal itu karena angka inflasi yang turun lebih diakibatkan oleh penurunan harga bahan pangan yang sebelumnya sempat terkerek oleh kendala pasokan di tengah musim kering. Di tengah pelambatan ekonomi, deflasi juga menunjukkan lemahnya kemampuan produsen untuk menaikkan harga akibat rendahnya kekuatan daya beli masyarakat," katanya.
Dari eksternal, lanjut Rangga, fokus investor pasar uang akan menuju ke data tenaga kerja Amerika Serikat yang akan diumumkan pada akhir pekan waktu setempat, jika data itu membaik maka harapan kenaikan suku bunga acuan AS (Fed fund rate) akan kembali meninggi menjelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada akhir Oktober ini.
Ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menambahkan bahwa kondisi inflasi yang masih sejalan dengan harapan membuat keyakinan saat ini Bank Indonesia fokus pada stabilisasi rupiah.
"Namun sayangnya, risiko volatilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian global saat ini akibat Fed fund rate dan kondisi ekonomi Tiongkok, masih tetap tinggi," katanya. (Antara)