Suara.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menyebut ada keanehan di tengah penurunan perekonomian dengan dibarengi peningkatan harga kebutuhan di pasar Indonesia.
"Terkait dengan masalah gonjang-ganjing harga ini, hasilnya memang aneh, tidak ada masyarakat yang mengadu (ke YLKI). Apakah ini masyarakat sudah apatis? Pesimis karena tidak ada yang mengadu? Padahal kita sudah membuka posko pengaduan," ujar Tulus dalam diskusi bertajuk Senator Kita yang diselenggarakan di gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (13/9/2015).
Akibatnya, kata Tulus, pelaku pasar mengantisipasi kondisi tersebut dengan cara menurunkan porsi dagangan. Penurunan porsi dagangan, katanya, dilakukan karena lebih efektif ketimbang menaikkan harga.
"Sekarang ini banyak yang melakukan penurunan porsi, bukan menaikkan harga. Karena kalau menaikkan harga, jualannya tidak akan laku," kata Tulus.
Tulus menengarai penurunan ekonomi dan kenaikan harga barang bukan karena terpuruknya nilai rupiah atas dolar AS. Tapi, katanya, karena adanya struktur pasar yang tidak sehat. Ini pula yang diduga Tulus terjadi karena ada permainan kartel.
"Saya melihat bukan soal permasalahan terpuruk, secara struktur pasar memang sudah tidak sehat, karena diduga ada kartel," kata dia.
Salah satu contohnya adalah masalah kuota daging.
"Sejak 2013 KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sudah mengusut kartel daging, tetapi sampai saat ini belum juga masuk ke dalam pengadilan," ujar Tulus.