Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi (8/9/2015), bergerak melemah sebesar tujuh poin menjadi Rp14.273 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp14.266 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan bahwa nilai tukar rupiah kembali melemah mengikuti pelemahan mata uang lain di pasar global terhadap dolar AS menyusul belum adanya kepastian the Fed (bank sentral AS) menaikan suku bunga.
"Ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed menjadi salah satu pendorong nilai tukar rupiah kembali mengalami depresiasi terhadap dolar AS," kata Rangga.
Selain itu, lanjut dia, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih melambat juga menambah sentimen negatif bagi rupiah. Melambatnya perekonomian Indonesia mendorong aliran dana asing keluar dari pasar keuangan di dalam negeri.
"Pemerintah yang berencana menerbitkan beberapa peraturan sebagai stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, secara umum efektivitasnya masih diragukan pasar selama serapan anggaran belum membaik," katanya.
Namun, menurut Rangga, fluktuasi nilai tukar rupiah masih dijaga oleh Bank Indonesia, itu tercermin dari turunnya cadangan devisa Agustus. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Agustus 2015 tercatat sebesar 105,3 miliar dolar AS, menurun 2,3 miliar dolar AS dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2015 sebesar 107,6 miliar dolar AS.
"Tanpa intervensi, rupiah berpeluang kembali melemah lebih dalam apalagi harga komoditas dunia turun," katanya.
Sementara itu, pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa peluang rupiah kembali menguat masih terbuka namun sifatnya hanya karena faktor teknikal, karena secara fundamental ekonomi Indonesia masih belum mendukung untuk mendorong rupiah menguat.
"Ekonomi yang masih melambat masih menjadi salah satu faktor penahan bagi nilai tukar rupiah untuk menguat secara fundamental," kata Rully. (Antara)