Suara.com - Pemerintahan Joko Widodo berencana membuat bank infrastruktur lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Perusahaan itu nantinya akan fokus memberikan pinjaman untuk membangun infrastruktur di Indonesia.
Nantinya Pemerintah akan menglihkan aset Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke SMI. Sehingga perusahaan itu akan menjadi BUMN pembiayaan infrastruktur. Bahkan BUMN ini akan berfungsi selayaknya Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengklaim modal awal SMI sekitar Rp 25 triliun. Pada perjalanannya SMI bisa membiayai proyek sampai Rp 150 triliun.
Pemerintah menargetkan tahun ini BUMN itu terbentuk. Namun akan seberapa kuat SMI membiayai pembangunan infrastruktur yang selama ini banyak menggunakan uang negara dan utang luar negeri.
Pakar Perbankan, Iwan Nataliputra mengatakan langkah pembentukan bank infrastruktur sudah tepat. Sebab saat ini Indonesia tengah gencar membangun.
"Nah pertanyaannya seberapa kuat?" kata Iwan di Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Dia mengatakan bank infrastruktur yang ideal mempunyai modal pembiayaan yang mampu memberikan pinjaman untuk pembangunan jangka panjang hingga 20 tahun. Dia mencontohkan pembangunan itu bisa berupa pembangunan bandara, bendungan, waduk, transportasi laut, atau juga proyek mass rasit transid (MRT).
Proyek-proyek besar itu akan lama mengalami 'balik modal'. "Bank mana yang sanggup memberikan pembiayaan sampai 5 tahun 10 tahun, bahkan 20 tahun itu?" tanya dia lagi.
Sehingga menurutnya bank infrastruktur Indonesia itu harus memiliki sumber pembiayaan yang kuat. Sumber itu rentan jika bersumber dari bank atau juga BUMN lainnya.
"Kalau kita berharap kepada masyarakat yang berinvestasi ke infrastruktur, biasanya hitungannya nggak masuk. Keuntungannya (balik modal) lama," katanya.