Suara.com - Kalangan pengusaha tempe dan tahu di Kota Singaraja, Bali menurunkan jumlah produksinya karena rupiah yang terus melemah dari dolar Amerika Serikat. Penurunan produksi sampai 25 persen.
Saat ini harga kedelai di pasaran mencapai Rp8.000/kilogram. Kedelai itu merupakan produk impor dari Amerika Serikat.
"Mahalnya harga kedelai dipicu karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai sekitar Rp14.000," kata Ahmad Baharudin salah satu pengusaha tempe tahu di kota setempat, Kamis (27/8/2015).
Sebelum menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sejak beberapa minggu yang lalu, dalam sehari pihaknya memproduksi kedelai dijadikan tahu dan tempe sekitar 100 kilogram/hari.
"Namun, sekarang kami hanya memproduksi sekitar 75 kilogram dalam sehari. Mengantisipasi kemungkinan adanya kerugian akibat turunnya jumlah pembeli di pasar," kata dia.
Ia menuturkan, selain menurunkan jumlah produksi, pihaknya juga memperkecil ukuran tahu dan tempe buatannya. "Ukuran terpaksa dikurangi, untuk menutupi biaya produksi yang membengkak belakangan ini," kata dia.
Lebih lanjut, ia memaparkan, keadaan tersebut sering dikeluhkan oleh kalangan penjual tempe tahu yang menjadi langganannya setiap hari. "Langganan sering bercerita, para konsumen mengeluh karena ukuran tempe tahu lebih kecil dari biasanya," katanya.
Sementara itu, Made Sutama, salah seorang pengusaha tahu lainnya di daerah Taman Sari, Kota Singaraja mengatakan semakin mahalnya harga kedelai sangat meresahkan karena pendapatannya berkurang akibat pembatasan jumlah produksi.
"Dalam sehari omzet mencapai Rp200 ribu tetapi saat ini hanya di Rp150 ribu saja," kata dia.
"Kenaikan harga kedelai jelas sangat merugikan ditambah lagi dengan harga kebutuhan pokok dan BBM yang terus meningkat setiap saat," imbuhnya.