Suara.com - Harga kedelai mengalami lonjakan paska melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Akibatnya sejumlah pengusaha tahu di Banda Aceh terancam gulung tikar.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Tahu Tempe Kota Banda Aceh, Mulizar, mengatakan, kedelai yang mengalami kenaikan harga adalah kedelai impor. Sepekan terakhir sebelum nilai tukar rupiah melemah, kedelai ini masih berada pada harga Rp6.800 per kilogram.
Namun, sejak dolar tembus ke angka Rp14 ribu, kedelai impor naik menjadi Rp7 ribu per kilogram.
Sedangkan harga kedelai lokal, kata dia, saat ini masih seperti biasa yaitu Rp6.400 per kilogram. Namun karena kualitasnya kurang baik, kedelai lokal jarang digunakan untuk membuat tahu dan tempe.
"Kalau sudah begini, yang impor-impor pasti naik. Nah, kedelai untuk tahu tempe kita di sini kan impor," kata Mulizar saat ditemui di Banda Aceh, Rabu (26/8/2015).
Jika rupiah terus melemah ke level tertinggi, selaku pengusaha tahu dan tempe, Mulizar memperkirakan harga kedelai juga akan ikut mahal. Jika hal itu terjadi kata dia, para pengusaha sekelasnya terancam gulung tikar.
"Kalau pemerintah tak mampu mengatasi ini, ekonomi semakin sulit. Bahan utama untuk membuat ini (tahu tempe) semakin mahal, tentu kita bisa gulung tikar. Dampaknya lainnya pun luar biasa," ujarnya.
Dikatakan, usaha miliknya, dalam sehari memproduksi 150 papan tahu dengan total penggunaan kedelai mencapai 500 kilogram. Harga tahu per papan dibanderol senilai Rp40 ribu.
"Kita sekali beli kedelai sampai empat ton. Harga jual per papan itu tidak naik, sementara untuk cost untuk bahan pembuatnya naik. Ini, kan masalah," tuturnya.
Sebab itu lah, kata dia, agar kerugian tidak terlalu besar, kini pihaknya mensiasati dengan memperkecil ukuran tahu.