Suara.com - Pelemahan rupiah terhadap mata uang dolar AS ternyata bukan hanya berdampak pada barang eletronik saja tetapi juga dirasakan oleh para pengrajin tempe yang memperoleh bahan baku kedelai impor.
Rubiyono, salah seorang pengrajin tempe asal Tegalsari, Wonosari, Yogyakarta, mengatakan, saat ini harga kedelai sudah mencapai Rp7.400 padahal biasanya harga kedelai perkilogramnya hanya Rp 7 ribu.
"Sampai hari ini harga kedelai masih terus merangkak naik seiring melemahnya nilai tukar rupiah," kata Rubiyono saat ditemui suara.com, Rabu (26/8/2015).
Rubiyono menambahkan, kendati kenaikannya tak sebesar kenaikan harga daging maupun ayam, namun jika harga kedelai terus merangkak naik maka bisa dipastikan para pengrajin tempe lainnya akan mengalami kerugian.
”Memang sampai saat ini imbasnya belum begitu saya rasakan, tapi kalau terus dibiarkan harga kedelainya naik, ya maka lama-kelamaan usaha saya ini dipastikan bisa merugi, karena harga produksinya kan pasti akan semakin mahal,” ujar Rubiyono.
Meski harga produksi tempe naik, kata Rubiyono, harga jual tempe tak bisa ikut naik dan salah satu cara mensiasatinya adalah memperkecil ukuran tempe yang diproduksi.
”Ya lebih baik saya akan mengurangi ukurannya tempenya saja, daripada saya harus menaikan harga. Soalnya kalau harga tempenya saya naikan nanti yang ada konsumen pada lari ke produsen lainnya cari yang murah, saya bisa tambah rugi,” ujar Rubiyono.
Sementara itu, Rubiyono berharap pemerintah dapat segera mencari solusi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar dapat segera stabil agar tak semakin berimbas terhadap usahanya sebagai pengrajin tempe.
”Harapan saya ya semoga saja hal ini tidak berlangsung lama, dan cepat pulih harga - harganya,” kata Rubiyono. (Wita Ayodhyaputri)