Suara.com - Pelemahan nilai rupiah berdampak pada peningkatan penjualan dolar di tempat penukaran mata uang (money changer) di Jalan Malioboro, Yogyakarta.
"Sebenarnya sudah dari bulan lalu mulai menurun ya, waktu Rp13 ribu sudah naik terus penukarannya. Tiga hari ini jadi Rp14 ribu semakin banyak yang melakukan transaksi penukaran uang," kata Direktur Utama Money Changer Mulia, Budi Waluyo, Selasa (25/8/2015).
Budi Waluyo menyebut jumlah transaksi penukaran sudah mencapai sekitar Rp1 miliar.
"Yang jelas meningkat, orang di sini kebanyakan menukarkan dolar. 45 persen didominasi dolar. Menukarnya ada yang mulai dari 100 dolar sampai 500 dolar," kata Budi Waluyo.
Warga Yogya bernama Mamik mengatakan sengaja memanfaatkan melemahnya nilai rupiah untuk menukarkan uang dolar.
"Sebenarnya saya hampir setiap saat menukar uang, karena memang suami saya kerja di Singapura, jadi dapatnya dolar, dan kebetulan ini pas rupiah melemah," kata Mamik.
Sementara di Bali hari ini belum terasa geliat penukaran mata uang dolar.
Ketua Asosiasi Perdagangan Valuta Asing Bali, Ayu Astuti Dhama, perdagangan valuta asing di Bali saat ini tidak mengalami kenaikan, bahkan cenderung turun. Pasalnya, saat ini kunjungan wisatawan menurun sehingga penjualan atau pembelian dolar tidak seramai saat liburan.
“Harga dolar naik, dan rupiah jatuh saat ini tidak ada pengaruhnya bagi pedagang valuta asing di Bali. Sama saja, tidak banyak orang Indonesia atau warga asing yang berbondong-bondong menukarkan uangnya kepada kami,” katanya.
Dia mengatakan banyak orang menukarkan uang hanya saat musim liburan tiba.
“Kami ini di tempat pariwisata jadi kami mengikuti ramainya wisatawan yang berkunjung ke Bali. Kalau musim liburan secara otomatis penjualan kami juga mengalami peningkatan, Tidak ada spekulan di sini, tidak berpengaruh bagi kita,” kata dia.
Meski melemahnya nilai rupiah tak langsung berdampak pada harga kebutuhan dapur, saat ini masyarakat Aceh ikut merasakan langsung gejolak ekonomi nasional.
Harga sejumlah barang kebutuhan pangan terus merangkak naik. Akibatnya daya beli masyarakat terhadap sejumlah barang itu pun menurun.
Kenaikan harga kebutuhan pangan terjadi pada telur ayam ras , beras, bawang putih, dan daging ayam potong.
Harga telur ayam di Banda Aceh, sejak dua pekan terakhir naik secara bertahap mulai Rp32 ribu per papan menjadi Rp37 ribu.
"Sejak dua minggu terakhir harga ayam naik bertahap dari Rp32 ribu menjadi Rp35 ribu. Kemudian minggu ini naik lagi menjadi Rp37 ribu per papan," kata salah seorang penjual telur ayam di Pasar Peunayong, Banda Aceh.
Kenaikan harga juga terjadi pada penjualan daging ayam. Jika biasanya daging ayam potong dijual Rp20 ribu per kilogram, saat ini harganya melejit menjadi Rp30 ribu per kilogram.
Sedangkan per potong, saat ini ayam dijual seharga Rp45-50 ribu. Naik Rp10 ribu dari harga sebelumnya.
"Kenaikan terjadi sudah sejak satu bulan terakhir. Makanya sepi sekarang, daya beli masyarkat rendah," kata salah seorang penjual dagiang ayam di Pasar Peunayong, Agus.
Selain itu, harga bawang putih juga ikut naik. Per kilogram, bawang putih dijual dengan harga Rp20 ribu. Naik Rp2.000 dari harga sebelumnya.
Kenaikan harga lainnya juga terjadi pada beras. Untuk semua jenis beras, harga jualnya naik Rp5.000 per sak.
"Kalau yang lainnya masih standar. Minyak goreng bahkan mengalami penurunan," ujar Suhaimi pemilik Toko Makmur Jaya, Banda Aceh.
Naiknya harga sejumlah kebutuhan tersebut menjadi persoalan baru bagi masyarakat. Seperti diakui salah seorang penjual martabak telur, Husaini (40).
Meski harga telur naik tinggi, harga jual penganan yang dijajakannya tak ikut naik. Hal ini mengakibatkan keuntungan yang ia raih begitu tipis.
"Pendapatan kami ikut turun karena kenaikan ini," katanya. (Wita Ayodhyaputri/Luh Wayanti/Alfiansyah Ocxie)