Suara.com - Melemahnya nilai tukar hingga menembus Rp14 ribu per dolar AS berdampak terhadap barang impor di Indonesia. Akibatnya, pedagang mengeluh kesulitan membeli komoditi dari luar negeri, seperti dari Cina.
Salah satu pedagang kerudung di Pusat Grosir dan Mall Thamrin City lantai 5, Fajar Akbar mengungkapkan, selain menjual kerudung buatan dalam negeri seperti dari Tasikmalaya, dia juga menjual kerudung impor dari Cina. Namun sejak nilai rukar rupiah melemah, harga kerudung impor yang dibeli melonjak naik.
"Harga kerudung dari Cina sekarang naik cukup tinggi sejak rupiah lemah ini. Biasanya saya beli satu kodi Rp190 ribu, kini naik menjadi Rp215 ribu dan ada yang Rp230 ribu," kata Fajar dalam perbincangan dengan Suara.com di Thamrin City, Selasa (25/8/2015).
Kenaikan harga ini juga berdampak pada keuntungan para pedagang yang terus menurun. Selain itu, barang-barang impor dari Cina tersebut juga sulit didapat, karena terbatas.
"Barang-barang dari Cina itu sekarang juga sulit didapat, stok barangnya sekarang terbatas. Pedagang kecil seperti saya ini kalau beli barang impor itu sekarang hanya dikasih sedikit-sedikit saja oleh grosirnya," ujar pemuda 21 tahun ini.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Debit Farlen (28) pedagang kerudung lainnya, dia mengaku harga kerudung impor dari Cina sekarang lebih mahal dari biasanya.
Selain harga belinya ke produsen mahal, harga jual ecerannya tetap dan nggak bisa naik, sehingga keuntungannya kecil.
"Sekarang saya sulit untuk mendapatkan kerudung impor Cina, karena harganya mahal dan barangnya langka. Selain itu penjualannya ke pelanggan tidak bisa, jadi keuntungannya kecil," tuturnya.
Kendati demikian, untuk harga kerudung produksi dalam negeri belum ada kenaikan.
"Kalau barang (kerudung) bikin sendiri dari konfeksi harganya masih sama, nggak terlalu berpengaruh. Cuma memang pasar sekarang sepi. Pelanggan yang belanja jadi sepi dari biasanya," kata dia.