Suara.com - Ekonom INDEF, Aviliani, menyatakan kalau nilai tukar rupiah yang kini menembus Rp14 ribu per dolar AS sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Kendati demikian, dia menilai jika nilai tukar sudah masuk lebih dari Rp15 ribu per dolar AS bakal lebih mengguncang perekonomian Indonesia.
Menurut bekas sekertaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini, dampak buruk tak terkendalinya nilai tukar rupiah bakal meluas.
“Harga barang pasti naik, kalau harga naik maka daya beli turun dan kemiskinan bertambah. Produksi barang juga naik dan PHK bakal di depan mata,” ungkap Aviliani kepada suara.com melalui sambungan telepon, Selasa (25/8/2015).
Dia menyarankan agar pemerintah segera mengatur cashflow atau aliran keluar masuk uang ke Indonesia untuk antisipasi jangka pendek.
Lebih lanjut, dia mengusulkan agar ada kebijakan dari pemerintah untuk menstimulasi daya beli masyarakat. Salah satu caranya, kata Aviliani, adalah memotong pajak penghasilan alias PPH.
“PPH-nya diikurangi separuhnya supaya orang konsumsinya naik, daya beli naik,” tambah Aviliani lagi.
Pemerintah juga diminta segera mengumpulkan penguasa di tiap sektor untuk membahas soal ekonomi dan mengajak mereka menarik modal yang ditanam di luar negeri.
Dia khawatir kalau tak ada kebijakan pemerintah yang serius menstabilkan rupiah maka investasi malah bisa kabur dari Indonesia.
“Kalau nggak ada kepastian nilai tukar, maka nggak ada investasi,” katanya.
Seperti diberitakan, dua hari ke belakang nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS sudah tembus Rp14 ribu.
Pemerintah mulai ketar-ketir dan menyebut fluktuasi mata uang ini sebagai ‘irasional’.
Selain rupiah yang terus naik juga diikuti dengan pasar saham di Bursa Efek Indonesia yang anjlok.