Menyusul Kemerosotan Saham Cina, Bursa Dunia Alami Kepanikan

Senin, 24 Agustus 2015 | 20:30 WIB
Menyusul Kemerosotan Saham Cina, Bursa Dunia Alami Kepanikan
Seorang investor saham tampak mengamati informasi papan elektronik di bursa saham di Fuyang, Provinsi Anhui, Cina, Jumat (21/8/2015) lalu. [Reuters/China Daily]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bursa saham Wall Street kembali bersiap menghadapi kejatuhan atau penurunan besar-besaran pada Senin (24/8/2015) waktu setempat, seiring merebaknya kepanikan di bursa-bursa seluruh dunia. Hal itu terjadi menyusul penurunan tajam hingga lebih dari 8 persen bursa saham Cina, serta terus jatuhnya harga minyak dan komoditi lain.

Indeks komposit S&P 500 dan Nasdaq dilaporkan siap jatuh ke wilayah koreksi, atau turun 10 persen dari posisi tinggi mereka dalam 52 pekan. Sementara rata-rata saham industri Dow Jones serta Nasdaq 100 sendiri sudah jatuh ke zona koreksi pada Jumat (21/8) lalu.

Kali ini, bursa saham Dow dilaporkan siap dibuka di bawah angka 16.000, sesuatu yang baru pertama kalinya terjadi sejak Februari 2014 lalu.

Kurangnya langkah kebijakan dari pemerintah Cina di Beijing demi memperkuat saham-saham Cina menyusul penurunan 11 persen pekan lalu, disebut sebagai salah satu faktor utama. Hal itu telah menimbulkan penurunan tajam di bursa saham global, serta penjualan besar-besaran untuk minyak dan komoditas lainnya.

Harga minyak sendiri kali ini turun lebih dari 4 persen dibanding angka terendahnya dalam 6,5 tahun. Sementara itu, tembaga dan alumunium di bursa London tercatat mencapai angka penjualan terendah sejak 2009 lalu.

Perusahaan minyak raksasa macam Exxon dan Chevron dilaporkan mengalami penurunan saham sekitar 4 persen dalam periode penjualan pra-bursa. Sedangkan saham-saham minyak dan gas Amerika Serikat (AS) secara umum sudah mengalami kerugian sekitar US$310 miliar dari nilainya tahun ini.

"Sampai kita mendapatkan indikasi jelas bahwa Cina dan negara-negara berkembang tidak tersedot ke dalam semacam lubang hitam di mana mereka tak mampu bangkit lagi... maka kecil kemungkinan kepanikan besar-besaran ini akan berhenti," ungkap Mark Luschini, Chief Investment Strategist dari Janney Montgomery Scott, di Philadelphia. [Reuters]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI