Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat sore (21/8/2015). bergerak melemah sebesar 31 poin menjadi Rp13.916 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.885 per dolar AS.
"Tiongkok kembali memberikan sentimen negatif bagi pasar keuangan di kawasan Asia, data manufaktur Tiongkok pada bulan Agustus menunjukan kontraksi," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta.
Menurut dia, data manufaktur itu memberi gambaran bahwa ekonomi Tiongkok belum kondusif, situasi itu akan berdampak pada perekonomian Indonesia mengingat Cina merupakan salah satu mitra dagang utama, sehingga menjadi ancaman bagi Indonesia untuk memperbaiki kinerja ekspor.
"Kondisi itu membuat harapan pelaku pasar terhadap ekonomi domestik menjadi turun dan berdampak pada nilai tukar rupiah," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, masih kuatnya proyeksi the Fed akan menaikan suku bunganya juga mendorong investor asing terus menarik dananya keluar dari pasar keuangan Indonesia, sehingga menambah sentimen negatif pada mata uang rupiah.
Analis pasar uang dari Bank Mandiri, Reny Eka Putri mengatakan bahwa investor masih tetap memburu dolar AS menyusul prospek ekonomi Amerika Serikat dinilai lebih baik dibandingkan negara maju lainnya.
"Investor menilai dengan memegang dolar AS maka nilai aset tidak tergerus," katanya.
Dia menambahkan bahwa sentimen dari negeri juga belum ada yang mendukung untuk mendorong nilai tukar rupiah kembali ke area positif. Data ekonomi Indonesia yang telah dirilis juga belum sesuai dengan harapan pasar.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.895 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.838 per dolar AS. (Antara)