Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore (20/8/2015), kembali melemah sebesar 24 poin menjadi Rp13.866,00 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.842,00 per dolar AS.
"Meski the Fed (Bank Sentral AS) memberi sinyal penundaan untuk menaikan suku bunganya, namun investor masih tetap memburu dolar AS dikarenakan prospek ekonomi Amerika Serikat dinilai lebih baik dibandingkan negara maju lainnya sehingga membuat investor merasa nyaman memegang mata uang Negeri Paman Sam itu," ujar analis pasar uang dari Bank Mandiri, Reny Eka Putri di Jakarta.
Menurut dia, di tengah kondisi ekonomi global yang cenderung melambat, aset dalam mata uang dolar AS dinilai lebih baik dibandingkan instrumen lainnya. Dolar AS dianggap baik karena dapat menjaga nilai aset investor agar tidak tergerus.
Dia menambahkan bahwa sentimen dari dalam negeri juga belum ada yang mendukung untuk mendorong nilai tukar rupiah kembali ke area positif. Data ekonomi Indonesia yang dirilis pada bulan ini juga tidak sesuai dengan harapan pasar.
"Ekonomi Indonesia triwulan II 2015 ini melambat menjadi sebesar 4,67 persen dibandingkan capaian triwulan II 2014 yang tumbuh 5,03 persen. Selain itu, kinerja ekspor-impor Indonesia juga belum cukup positif," katanya.
Kendati demikian, menurut Reny, penguatan dolar AS cenderung mulai terbatas. The Fed diperkirakan akan menjaga dolar AS agar tidak meningkat terlalu tinggi karena dapat mengganggu sistem keuangannya.
"Penguatan dolar AS yang terlalu tinggi dapat menahan kinerja ekspor Amerika Serikat yang nantinya dapat menahan laju ekonominya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (20/8/2015) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.838,00 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.824,00 per dolar AS. (Antara)