Indonesia Terjepit Jika Terjadi Perang Kurs di Asia

Kamis, 20 Agustus 2015 | 14:43 WIB
Indonesia Terjepit Jika Terjadi Perang Kurs di Asia
Gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (12/8). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tindakan Vietnam yang membiarkan mata uangnya, dong melemah 1 persen, Rabu (19/8/2015) kemarin mendorong spekulasi akan terjadi perang kurs di kawasan asia. Sebelumnya Cina yang melakukannya.

Sejak kemarin pelemahan itu membuat dong senilai 21.890 untuk 1 dolar Amerika. Penurunan nilai ini untuk mendorong daya saing peroduk ekspor Vietnam di Asia. Vietnam melakukan devaluasi mata uangnya sudah ketika kali tahun ini.

Analis perekonomian dari Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono menjelaskan perang kurs di Asia ini mungkin saja bisa terjadi. Namun tidak semua negara siap.

Negara-negara yang bisa melakukan itu adalah mereka yang mempunyai struktur ekspornya elastis. Selain itu mempunyai produk industri manufaktur.

"Indonesia kan primary product (pertanian, perikanan, pertambangan, dan kehutanan), kita tidak elastis," jelas Tony di Kantor Bank Permata di Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Kata dia, produk ekspor Vietnam pun sudah siap menghadapi daya saing di pasar global. Terutama mitra dagang utamanya, Cina. Produk ekspor Vietnam bisa tidak berpengaruh dengan pelemahan mata uang. Namun tidak dengan Indonesia.

"Indonesia akan terjepit, stick in the middle. Saya harus akui itu," kata dia.

Selain itu, Indonesia tidak bisa devaluasi mata uang karena harus membayar utang luar negeri. Jika rupiah dibiarkan melemah, maka akan berbahaya untuk cadangan devisa.

"Kalau rupiahnya Rp15 ribu (perdolar AS), kita mati juga. Karena Indonesia banyak utang luar negeri," kata dia.

Keberanian Cina lemahkan yen

Cina mempunyai alasan khusus mengambil langkah sengaja melemahkan mata uang yen. Belangan upah buruh di Cina itu naik seiring kenaikan perekonomian. Selain upah buruh naik, harga tanah di sana pun naik.

"Investor saat ini menyasar ke Vietnam dan Indonesia, harga tanah naik. Dengan keadaan itu, nggak mungkin Cina turunkan upah buruh. Makanya Cina turunkan harga yuan. Saat ini clear," papar dia.

Cina berani menurunkan yuan karena mempunyai cadangan devisa yang banyak. Cadangan devisi Cina saat ini 3,8 triliun dolar AS. Lalu, ekspor Cina ke Amerika serikat masih kuat. Sehingga tidak khawatir terjadi inflasi.

"Ekspor terbesar Cina itu pasti ke Amerika. Penduduk Amerika 300 juta orang dengan pendapatan yang besar," papar Tony.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI