Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore (19/8/2015), melemah 15 poin menjadi Rp13.815 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.800 per dolar AS.
"Minimnya katalis positif membuat mata uang rupiah kembali mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Pelaku pasar sedang fokus pada prospek kenaikan suku bunga the Fed yang diperkirakan naik pada September mandatang," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra .
Dia menjelaskan, bahwa prospek kenaikan suku bunga AS itu dapat dilihat dari hasil rapat dewan penyusun kebijakan moneter The Fed atau Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).
Pasar akan mencari indikasi apakah suku bunga acuan AS berpeluang besar dinaikan, bila indikasi itu ada maka dolar AS berpeluang terdorong terapresiasi.
Dia menambahkan bahwa pelaku pasar juga akan fokus ke data indeks harga konsumen Amerika Serikat periode Juli 2015 yang diperkirakan tumbuh 0,2 persen. Data itu merupakan salah satu indikator inflasi AS dan bisa menjadi penggerak bagi dolar AS.
"Bila data itu dirilis juga sesuai dengan harapan maka potensi dolar AS menguat cukup terbuka terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah," katanya.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan data neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus ditanggapi bervariasi, sebagian pelaku pasar merespon positif, namun sebagian pelaku pasar juga menanggapi negatif karena nilai ekspor dan impor mengalami penurunan.
"Pembangunan infrastruktur bahan baku utamanya beraasal dari impor, dengan nilai impor yang menurun maka belanja modal untuk infrastruktur masih minim," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.824 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.831 per dolar AS. (Antara)