Suara.com - Harga minyak mentah dunia jatuh lagi pada Senin (Selasa pagi WIB, 18/8/2015), memperdalam penurunan selama ini karena para pedagang memperkirakan produksi minyak AS akan tetap kuat, menambah pasokan global yang berlimpah.
Patokan AS minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September berakhir di 41,87 per barel, turun 63 sen dari penutupan Jumat lalu setelah terjadi "rebound" teknikal sedang.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober, acuan internasional, turun 45 sen menjadi menetap di 48,74 dolar AS per barel di hari pertama perdagangan kontrak Oktober.
"Harga minyak memulai pekan perdagangan baru dengan kerugian lebih lanjut setelah berakhir turun pada pekan lalu untuk minggu ketujuh berturut-turut -- kemerosotan beruntun terpanjang sejak awal tahun," kata analis Commerzbank dalam catatan penelitiannya.
Kontrak WTI telah kehilangan lebih dari 30 persen dalam dua bulan terakhir, membawanya ke tingkat terendah dalam enam setengah tahun.
WTI berada di bawah tekanan setelah data Baker Hughes pada Jumat lalu menunjukkan bahwa jumlah rig pengeboran minyak AS meningkat selama pekan lalu, kenaikan keenam dalam tujuh minggu terakhir.
Phil Flynn dari Price Futures Group mengatakan peningkatan jumlah rig mendorong "ketakutan bahwa produksi AS tidak akan turun" di tengah produksi yang tinggi, menempatkan tekanan pada harga.
Kelebihan pasokan global saat ini berjalan pada dua juta barel per hari, menurut sebuah laporan yang dirilis oleh Goldman Sachs.
Produksi minyak mentah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) meningkat sebesar 101.000 barel per hari menjadi rata-rata 31,51 juta barel per hari pada Juli, menurut laporan pasar minyak bulanan kelompok itu yang dirilis minggu lalu.
Para pedagang juga mengantisipasi lebih banyak minyak mentah Iran akan masuk ke pasar minyak yang sudah kelebihan pasokan karena sanksi terhadap negara itu akan dicabut.
Ted Sloup dari iiTrader.com mengatakan sesi perdagangan WTI telah diperkirakan "lebih meledak" pada waktu berakhirnya kontrak September, "tetapi itu sebenarnya sudah sangat tenang." Sloup mengatakan pasar telah mandeg pada kisaran kurang lebih 42 dolar AS per barel. Ada tembok pendukung yang bagus di pasar yang ia sebut "way oversold".
"Ada kondisi-kondisi untuk reli besar tetapi Anda tidak dapat mendiskon fakta bahwa pasar ini sangat bearish," tambah dia.
Tim Evans dari Citi Futures mencatat bahwa dolar AS menguat, setelah Jepang pada Senin melaporkan bahwa ekonominya mengalami kontraksi pada kuartal kedua, telah sangat berkontribusi di pasar.
Data ekonomi suram dari Jepang menyeret pasar turun. Produk domestik bruto Jepang menyusut secara tahunan 1,6 persen pada kuartal kedua 2015, kontraksi pertama kalinya dalam tiga kuartal, data pemerintah menunjukkan.
Sebuah greenback yang lebih kuat juga membuat minyak mentah yang dihargakan dalam dolar relatif lebih mahal, sehingga cenderung mengurangi permintaan. (Antara)