Suara.com - Pascaperombakan kabinet, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (13/8/2015) pagi bergerak menguat sebesar 26 poin menjadi Rp13.735 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.761 per dolar AS.
"Pelemahan rupiah mulai mereda menyusul Bank Indonesia tetap hadir di pasar valas untuk membantu pasokan dolar AS agar fluktuasinya dapat kembali stabil," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta.
Ia mengatakan bahwa pelemahan mata uang domestik akhir-akhir ini dinilai terlalu dalam (overshoot), hadirnya Bank Indonesia akan menjaga nilai fundamental rupiah terhadap dolar AS.
Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia diperkirakan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Hingga dini hari tadi. shock akibat kebijakan pemerintah Tiongkok mendevaluasi nilai tukarnya mulai mereda terlihat dari harga komoditas yang mulai naik serta dolar AS yang turun. Walaupun diperkirakan Yuan masih bisa melemah, namun sentimennya diperkirakan mulai berkurang," katanya.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova menambahkan bahwa adanya proyeksi di pasar mengenai rencana bank sentral AS (Federal Reserve, the Fed) yang akan memundurkan waktu untuk menaikkan suku bunganya pada September menjadi salah satu faktor penopang bagi mata uang rupiah.
"Beberapa indikator belum memungkinkan bagi the Fed untuk menaikan suku bunga pada September tahun ini. Secara keseluruhan, data tenaga kerja Amerika Serikat masih di bawah harapan the Fed dan inflasi AS juga masih cukup rendah," katanya.
Ia menambahkan bahwa di tengah tren koreksi mata uang rupiah seperti saat ini, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk mendorong kinerja ekspor domestik, karena produk ekspor Indonesia juga dinilai masih cukup kompetitif di pasar global.
"Pelaku pasar masih tetap waspada karena potensi rupiah kembali melemah masih cukup terbuka menyusul kebijakan pemerintah Tiongkok yang kembali melakukan devaluasi mata uangnya," katanya. (Antara)