Suara.com - Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (12/8/2015) ditutup melemah 143,10 poin ke posisi 4.479,49 di tengah koreksi bursa global setelah sentimen negatif devaluasi yuan.
"Aksi jual masih berlanjut menyusul kebijakan Cina yang mendevaluasi mata uangnya. Situasi itu mendorong mata uang rupiah ikut tertekan terhadap dolar dan pelaku pasar berasumsi kinerja emiten akan kembali melemah ke depannya sehingga aksi jual saham pun kembali marak," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta.
Secara keseluruhan IHSG ditutup melemah 143,10 poin atau 3,10 persen menjadi 4.479,49. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 bergerak turun 28,79 poin (3,69 persen) menjadi 752,31.
Reza menambahkan bahwa perubahan susunan (reshuffle) Kabinet Kerja sepertinya kurang dapat menahan adanya aksi jual oleh pelaku pasar, terutama investor asing. Sejak pekan lalu asing terus melakukan aksi lepas saham.
Tercatat, dalam data perdagangan Bursa Efek Indonesia, pelaku pasar asing mencatatkan jual bersih atau "foreign net sell" sebesar Rp763,768 miliar pada hari ini.
Ia berharap, besok aksi jual saham mulai berkurang sehingga pelemahan IHSG BEI tidak lebih besar. Diharapkan juga pelaku pasar menyambut positif pidato Presiden Jokowi mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat di atas 5 persen dan akan akan menggenjot belanja APBN untuk kegiatan pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, Analis HD Capital Yuganur Wijanarko mengatakan, aksi jual pelaku pasar akibat pelemahan rupiah dan devaluasi yuan Tiongkok membuat IHSG BEI masuk ke daerah jenuh jual (oversold).
"Pelaku pasar dapat memanfaatkan saham yang telah rendah nilainya, rekomen akumulasi di berberapa saham berkapitalisasi besar," katanya.
Sementara nilai tukar rupiah juga bergerak melemah 149 poin menjadi Rp13.756 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.607 per dolar AS.
"Tekanan pada rupiah lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Kebijakan pemerintah Cina yang kembali memangkas nilai yuan berimbas pada mata uang di kawasan Asia-Pasifik, termasuk rupiah," ujar pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta.
Di sisi lain, lanjut dia, belum adanya kepastian dari bank sentral Amerika Serikat (AS) mengenai kenaikan suku bunganya (Fed fund rate) membuat pelaku pasar sedikit kesulitan mengukur valuasinya terhadap aset keuangan di negara berkembang sehingga cenderung memutuskan untuk keluar dari pasar berisiko.
"Kendati demikian, devaluasi yuan diperkirakan hanya sesaat sehingga rupiah masih berpotensi untuk kembali bergerak menguat," ucapnya. Menurut dia, pemerintah harus bisa memanfaatkan koreksi mata uang rupiah ini, pemerintah untuk mendorong kinerja ekspor domestik. Produk ekspor Indonesia juga masih cukup kompetitif di pasar global.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (12/8/2015) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.758 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.541 per dolar AS. (Antara)
Reshuffle Kabinet Tak 'Berpengaruh', IHSG Melemah 143,10 Poin
Esti Utami Suara.Com
Rabu, 12 Agustus 2015 | 17:42 WIB

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Prabowo Ganti Mendiktisaintek, PKB: Bukti Presiden Tertibkan Menteri
19 Februari 2025 | 20:45 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Bisnis | 21:35 WIB
Bisnis | 19:10 WIB
Bisnis | 16:55 WIB
Bisnis | 15:49 WIB
Bisnis | 15:48 WIB
Bisnis | 15:29 WIB