Suara.com - Kesanggupan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik mengimpor sapi sebagaimana dikatakan Menteri Pertanian, Andi Amran, dipertanyakan anggota DPR.
“Sekarang menteri pertanian bilang akan mengambil kebijakan agar hanya Bulog yang diberi hak untuk impor 100.000 sapi bakalan. Apakah menteri pertanian sudah bertanya kesanggupan Bulog melakukan hal ini dalam waktu singkat?," kata anggota DPR, Daniel Johan, di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin (10/8/2015).
"Oleh Bulog, mau taruh dimana sapinya untuk digemukkan? Mau ditaruh di gudang-gudang Bulog dan sapinya disusun ke atas seperti beras?” kata dia. Tata kelola Perum Bulog ada di Kementerian BUMN, bukan Kementerian Pertanian.
Kalaupun Bulog sanggup, kata dia, penggemukan sapi itu butuh waktu tiga bulan agar siap untuk dipotong.
"Lalu, katanya, bulan Agustus-November sebelum siap dipotong siapa yang menjamin ketersediaan daging sapi? Menteri pertanian kok jadi seperti tidak memahami persoalan. “Alasan Mentan karena persediaan sapi lokal mencukupi padahal tidak,” kata Johan.
Ia menyebutkan kebutuhan daging sapi nasional pertahun adalah 653.000 ton atau setara 3.657.000 sapi atau rata-ratanya per bulan dibutuhkan sekitar 305.000 sapi.
Dari kebutuhan ini, produksi daging sapi dalam negeri hanya 406.000 ton atau 2.339.000 sapi. Sehingga ada kekurangan pasokan dari sapi lokal untuk kebutuhan nasional sebesar 247.000 ton daging sapi atau setara 1.383.000 sapi.
Dari kekurangan ini, akan cukup bila setiap triwulan dilakukan impor 250.000 sapi hasil penggemukan (bukan daging agar di nasional ada nilai tambahnya dengan industri penggemukan).
Triwulan ketiga, mulai Juli, Amran (dari kalangan pendukung dan nonpartai politik presiden saat ini) mengambil kebijakan mendadak yang hanya membolehkan impor sebesar 50.000 ekor saja dari kebutuhan 250.000 sapi.
"Sehingga jelas saat ini Indonesia sangat kekurangan stok sehingga tidak heran harga daging melambung tinggi,” kata politisi PKB.