Suara.com - Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wahyu Hidayat mengatakan pemecahan masalah waktu tunggu bongkar muat atau dwelling time masih menunggu Keputusan Presiden untuk menunjuk Otoritas Pelabuhan sebagai pusat koordinator seluruh kegiatan pelabuhan.
Wahyu usai diskusi "Ngeri-Ngeri Sedap Dwelling Time" di Jakarta, Sabtu (1/8/2015), mengatakan saat ini Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran belum cukup untuk menaungi wewenang otoritas pelabuhan sebagai pusat koordinasi karena tidak tercantum dalam UU tersebut.
"Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran hanya menyebutkan peran otoritas pelabuhan sebagai koordinator bukan penanggung jawab, sehingga tidak bisa menegur jika ada pelanggaran," katanya.
Dia menjelaskan, masing-masing instansi di pelabuhan memiliki undang-undang yang sama, sehingga posisi dalam kegiatan tersebut sama, tidak ada sebagai koordinator.
Sementara itu, Wahyu menilai pusat koordinasi diperlukan untuk menjamin kelancaran dan menyederhanakan perizinan guna mempersingkat dwelling time.
"Sehingga, diperlukan Perpres atau Inpres untuk sebagai dasar wewenang otoritas pelabuhan," katanya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (Insa) Carmelita Hartoto mengatakan seharusnya peran otoritas pelabuhan diperkuat, sehingga izin bisa lebih mudah.
"Dalam hal ini, seharusnya Kementerian Perhubungan yang mengambil peran ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum National Maritim Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai meskipun sudah ada perizinan secara online, namun antarinstasi sistemnya tidak terintegrasi.
"Sebenarnya masalah dwelling time ini masalah good corporate governance", bukan pidana, jadi bagaimana menjamin kecukupanjumlah dan kemampuan SDM," katanya. (Antara)