Suara.com - Bulan ini, Menteri Keuangan Bambang P. S. Brodjonegoro menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
Bambang menegaskan bahan baku atau barang modal yang belum diproduksi di Indonesia tidak akan kena dampak.
“Barang yang sifatnya input, seperti bahan baku atau barang modal, apalagi yang belum diproduksi di Indonesia, itu dinolkan. Itulah harmonisasi tarif,” katanya, Jumat (31/7/2015).
Menkeu menambahkan kebijakan tersebut diambil karena harmonisasi tarif bea masuk sudah waktunya berubah. Barang akhir atau barang yang sifatnya konsumsi dipastikan akan kena tarif baru, termasuk barang non konsumsi yang sudah banyak diproduksi di Indonesia, seperti baja.
“Seperti baja dulu kan dinaikkan tarifnya. Karena sebagian besar sudah diproduksi di Indonesia,” ujar Bambang.
Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.010/2015, pemerintah telah melakukan harmonisasi terhadap tarif bea masuk atas barang impor khususnya produk konsumsi dan komponen pesawat terbang. Harmonisasi tarif bea masuk barang impor ini sebelumnya terakhir kali dilakukan pada 2010.
Dengan dikeluarkannya PMK, rata-rata besaran tarif bea masuk umum (most favoured nation) menjadi sebesar 8,83 persen, sedikit naik dari sebelumnya yang sebesar 7,62 persen
Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif bea masuk barang impor ini bukan bertujuan untuk menggenjot penerimaan negara.
“Ini bukan untuk menggenjot penerimaan, tetapi lebih ke harmonisasi tarif dan mendorong industri dalam negeri,” kata Suahasil beberapa waktu lalu.
Suahasil berharap industri dalam negeri dapat memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan daya saing serta memenuhi lebih banyak permintaan produk konsumsi di dalam negeri sehingga dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor barang konsumsi.
"Tarif yang kita sebagian besar naikkan ini untuk barang konsumsi yang sudah ada produsennya di Indonesia. Supaya kita mendorong industri dalam negeri, maka tarif (impor) ini kita naikkan,” katanya.